Bagi umat Islam laki-laki, menggunakan kain sarung umumnya hanya dikenakan  ketika menunaikan ibadah salat, karenanya tak ayal kata sarung identik dengan frasa sarung salat.Â
Berbeda dengan para santri, kain sarung lebih sering dibiasakan dan dikenakan sepanjang waktu meskipun tidak  beribadah atau sedang berada di luar lingkungan pesantren.Â
Namun dalam beberapa tahun terakhir, kain sarung secara perlahan mulai cenderung  jadi bagian dari fesyen umat Islam, terutama kaum laki-laki, seturut dengan jilbab yang telah ambil bagian dalam fesyen kaum perempuan muslim. Â
Bila ditelusuri, ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kain sarung mulai digunakan sebagai fesyen walaupun tetap dalam konteks aktivitas ibadah. Hanya saja lebih luas cakupan, jangkauan dan momentumnya. Intensitas pemakaian pun lebih sering dan lebih lama. Berikut 3 (tiga) faktor yang memengaruhinya:
1. Munculnya kain sarung tanpa motif, yaitu kain sarung warna hitam polos, putih polos dan kain satu warna polos lainnya. Di titik ini, kain sarung seolah membuka jalur fesyen.
Ibarat kreasi kemunculan tahu bulat yang sama sekali berbeda dengan bentuk tahu yang pada umumnya kotak atau persegi, tahu bulat langsung meledak di pasaran. Seperti itu pulalah gejala yang tampak pada munculnya kain sarung warna polos.Â
Seperti diketahui, kain sarung pada masanya cuma didominasi oleh motif kotak-kotak dan garis serta dikuasai oleh sekira tiga merek yang sudah ternama, yaitu Atlas, Gajah Duduk dan Mangga.Â
Sedangkan kain sarung warna polos rasanya dimulai dengan kehadiran merek Shapphire dari Dutatex yang sekaligus menjadi perintis produsen kain sarung warna polos. Yang pada mulanya mampu menarik perhatian dan merebut pasar adalah jenis kain sarung hitam polos dan putih polosnya.Â
Sejak itu beberapa merek mulai mengikuti jejak shappire, mengeluarkan produk kain sarung warna polos. Seperti Wadimor, Pohon Kurma, Atlas dan merek lainnya. Bersama para produsen, kain sarung hitam polos mulai tampak membudayakan fesyen lebaran sarungan di awal-awal kemunculannya sampai kemudian mulai digunakan pada banyak aktivitas lainnya. Â
2. Kehadiran kain sarung warna polos tidak terlepas dari timbulnya cara mengaji umat Islam yang berbasis pada majelis-majelis dzikir dan/atau sholawat di bawah pimpinan para Habib.Â