Salah satu unsur penting pembentuk branding dan keberhasilan sebuah perusahaan adalah sumber daya manusia. Oleh karena itu proses rekrutmen karyawan harus dilakukan dengan sangat selektif, penuh kehati-hatian dan matang.
Background check merupakan tahapan penting yang dilakukan perusahaan terhadap para kandidat pelamar kerja dalam menentukan pilihan sumber daya manusia yang akan direkrutnya.
Selama ini, background check yang umum dilakukan oleh banyak perusahaan terdiri dari pengecekkan identitas, riwayat pendidikan, riwayat pekerjaan, catatan kriminal, referensi, pemeriksaan kredit, pemeriksaan kesehatan yang pada tahap awal merujuk pada pemeriksaan penggunaan alkohol dan narkoba.
Belakangan, seiring dengan lahirnya generasi topping (generasi ngonten), background check medsos menjadi poin lainnya bagi perusahaan dalam melakukan rekrutmen karyawan. Sebab footprint atau jejak digital (digital track) setiap orang di jagat maya dapat memberikan informasi lebih jauh terkait kemampuan seseorang dalam berinteraksi sosial, berkomunikasi, bersikap dan berperilaku.
Hal tersebut juga mengacu pada informasi yang berkenaan dengan motivasi, visi, misi, mentalitas, moralitas dan/atau nilai-nilai seseorang, yang kemudian masuk dalam pengklasifikasian penilaian penanda digital yang populer dengan istilah green flag, yellow flag dan red flag. Tetapi apakah hasil background check medsos yang dilakukan setiap perusahaan dapat terbukti akurasinya?
Mengutip ismartrecruit.com, organisasi (perusahaan) saat ini menggunakan background check medsos untuk melindungi reputasi perusahaan mereka. Mereka tidak menginginkan karyawan yang berkarakter buruk.
Berikut adalah jenis-jenis konten bermasalah yang diperiksa oleh organisasi (perusahaan) saat melakukan penyaringan media sosial: zat ilegal, konten yang menyinggung, konten seksis, konten yang mempromosikan kekerasan, konten rasis, konten yang mendukung atau mengindikasikan perilaku kriminal.
Masalahnya bagi pelamar kerja, ketika perusahaan telah menentukan hasil background check seseorang masuk dalam penilaian buruk atau terdeteksi dalam penanda red flag, apakah pelamar tersebut memiliki hak jawab atas penilaian tersebut? Bukankah hasil background check medsos bisa saja keliru atau bias?
Filter bubble atau gelembung virtual penyaring informasi yang dimaknakan sebagai ruang di mana perilaku online seseorang sebelumnya (riwayat pencarian, suka berbagi dan kebiasaan berbelanja) memengaruhi apa yang dilihat online dan di feed media seseorang selanjutnya, serta dalam urutan apa.
Gelembung virtual penyaring informasi bisa menjadi penguat bias setiap orang, sekaligus bisa memunculkan semua informasi yang tidak sepenuhnya dilakukan atau sengaja dilakukan oleh yang bersangkutan sehingga citra penilaian yang terbentuk pada penanda red flag, sesunguhnya masih perlu dipertanyakan validitasnya.