Membayangkan masuk sekolah pukul 5 bagi siswa-siswi yang setiap hari bangun kesiangan, kok rasanya setara dengan keharusan pelaporan SPT pajak tahunan. Ada rasa enggan dan malas yang lekas menempel ke dalam diri.
Bagi siswa-siswi yang kerap bangun kesiangan, masuk sekolah pukul 5 pagi tentu akan menjadi rutinitas yang akan melumpuhkan kebiasaan. Walapun sejatinya, kebiasaan yang dilumpuhkan adalah kebiasaan buruk, dan aktivitas yang baru malah akan membangun kebiasaan baik, tetap saja merubah kebiasaan perlu usaha yang amat keras.
Perubahan waktu masuk sekolah pukul 5 pasti akan mengganggu kenyamanan dan kepuasan tidur bagi mereka yang tidak terbiasa bangun pagi. Belum lagi rutinitas lain yang harus segera dikerjakan, seperti mandi, bersiap-siap, sarapan, menunggu angkot...ah! Membayangkannya saja sudah enggan. Malas.
Namun ketika itu harus dilakukan mereka bisa apa kecuali melaksanakannya. Toh itu demi kebaikan masa depan mereka. Lalu perasaan yang sama, enggan dan malas, kini menyelimuti beberapa wajib pajak terkait aktivitas pelaporan SPT tahunan. Sebab meskipun Cara Isi SPT tampak mudah tetapi ada poin-poin yang membuat beberapa dari mereka enggan atau malas mengerjakannya.
Pelaporan yang dikerjakan setahun sekali itu, proses pengisiannya cenderung mudah dilupakan sehingga seperti memaksa otak untuk menggali lagi memori yang telah lama tersimpan. Perihal lain yang membuat keengganan dan rasa malas lebih kuat justru muncul dari perilaku para pengelola pajak.
Perilaku yang dimaksud berkenaan dengan kasus-kasus korupsi, suap, penggelapan atau pencucian dana pajak oleh pihak pengelola pajak. Salah satu yang paling fenomenal dan masih melekat dalam ingatan banyak orang yaitu kasus Gayus Tambunan.Â
Bahkan seiring tenggat waktu pelaporan pajak pada periode ini, kabarnya ada gerakan boikot bayar pajak sebagai imbas dari kasus anak eks pejabat pajak yang baru-baru ini mengemuka. Â Tetapi seruan atau imbauan tolak bayar pajak dari warganet menurut ahli perpajakan tidak akan berjalan mulus.
Menurut Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Insititute (TRI) Prianto Budi Saptono, seperti dikutip dari Tribunnews.com, memprediksi bahwa gerakan boikot bayar pajak tidak akan berjalan mulus. Setidaknya, ada 4 alasan yang membuat seruan tolak bayar pajak atau boikot bayar pajak tidak akan berjalan mulus menurut Prianto Budi.
Pertama, gerakan boikot bayar pajak hanya sebatas kekecewaan atas perilaku oknum pajak. Kedua, basis perpajakan dalam negeri sudah bergeser dari Pajak Penghasilan (PPh) ke Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kebijakan tersebut menyebabkan pajak menempel di transaksi. Ketiga, pajak atas penghasilan sudah pasti telah dipotong, disetor dan dilapor ke kas negara oleh pemberi kerja. Keempat, adanya undang-undang pajak untuk menegakkan aturan pajak dari yang paling ringan hingga paling berat.
Bagaimana era kecerdasan buatan menyikapi ini? Untuk mengetahuinya tentu perlu bertanya pada salah satu chatbot yang tengah popular lewat Uji Coba ChatGPT. Apa pendapat kecerdasan AI ChatGPT saat ditanya, apakah boikot pajak akan berhasil?