Tidak sedikit orang pernah mendengar dan mengetahui kisah pertarungan epik antara David dan Goliath, yang dalam versi Islam disebut Daus As melawan Jalut. Kisah tersebut bahkan telah beberapa kali diangkat ke layar lebar.
Dikisahkan bahwa David yang lemah dan seorang penggembala domba dapat mengalahkan seorang prajurit terlatih bersenjata pedang dan tameng yang disebut Goliath, hanya dengan menggunakan senjata umban.
Kisah heroik David dan Goliath juga diangkat lewat sebuah buku karya Malcolm Gladwell. Banyak aspek atau bidang menarik apapun bisa kita tarik dari buku berjudul David dan Goliath untuk merepresentasikan si lemah yang mampu menumbangkan si kuat atau raksasa. Â
Dalam dunia usaha atau bisnis, representasi kisah David dan Goliath seringkali kita lihat di depan mata ketika kendaraan bermotor sedang membutuhkan bensin. Pada konteks ini, si lemah adalah pedagang bensin eceran yang membuka lapak justru di depan pintu masuk atau pintu keluar pom bensin besar yang mewakili si kuat.
Penaklukan pedagang bensin eceran beberapa kali terbukti ketika bensin yang dijual bisa jauh lebih cepat habisnya ketimbang bensin yang dijual oleh pom bensin dalam kesamaan hitungan sekali belanja modal. Â Â
Jika pada kisah David dan Goliath, yang menjadi benang merah kekuatan si lemah terletak pada senjata umban dan kemampuan menggunakannya. Maka pada pedagang bensin eceran, kekuatannya terlihat dalam menilai perilaku konsumen yang malas antre dan berburu waktu. Sehingga pada waktu-waktu tertentu, peluang dari sudut pandang dua tipe perilaku konsumen yang malas antre dan berburu waktu tidak dapat dipenuhi oleh pom bensin.
Pada kasus hukum di Indonesia, apakah Kasus Brigadir J bisa merepresentasikan kisah David dan Goliath? Bila kasus difokuskan antara Richard Eliezer dan Ferdy Sambo dalam konteks kepangkatan antara Tamtama Polri (Bharada: Bhayangkara Dua) dan Perwira Tinggi Polri (Irjen: Inspektur Jenderal) tentu kasus ini bisa masuk kategori kisah epik David dan Goliath.
Bharada merupakan pangkat terendah dalam jenjang kepangkatan Polri, sedangkan Irjen ada dalam daftar jenjang kepangkatan tertinggi Polri. Jenjang kepangkatan terendah dan tertinggi dalam institusi Polri dengan tambahan jabatan sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam), maka pertarungan dalam sidang kasus Brigadir J antara Richard Eliezer dan Ferdy Sambo masuk kategori pertarungan David dan Goliath. Tapi apa benang merah yang menjadi kekuatan Richard Eliezer?
Richard Eliezer memiliki satu-satunya kekuatan yang merepresentasikan senjata umban, yaitu "Justice Collabolator". Â Dengan kekuatan senjata itu, setelah melalui proses persidangan yang panjang dan berbelit-belit Richard Eliezer menerima vonis 1,5 tahun penjara atas perbuatannya, dan putusan bahwa ia tidak akan dipecat dari kepolisian.
Dalam persidangan kasus Brigadir J, justice collaborator telah terbukti menjadi bagian dari upaya penegakan hukum. Melalui kejujuran, keberanian dan keteguhan Richard Eliezer sebagai justice collabolator, kasus Brigadir J sampai pada hasil hukum yang mencerahkan. Status justice collabolator Richard Eliezer kabarnya sudah mencetak sejarah baru dalam penegakkan hukum di Indonesia.  Â