Kita jadi bisa menulis dan membaca karena siapa?
Kita jadi tahu beraneka bidang ilmu dari siapa?
Kita bisa pintar dibimbing pak guru
Kita bisa pandai dibimbing bu guru
Gurulah pelita penerang dalam gulita
Jasamu tiada tara
Generasi 1980 hingga 2000an pasti tidak asing dengan cara belajar membaca ala 'Ini Budi' lewat buku peraga yang dikarang oleh Siti Rahmani Rauf terbitan Balai Pustaka. Jutaan anak sekolah pada masa itu bisa membaca dengan mudah dan cepat lewat cara belajar membaca ala 'Ini Budi'. Hal itu menunjukkan bahwa cara belajar membaca ala 'Ini Budi' turut memberikan kontribusi dalam memberantas buta huruf.
Bukan tanpa alasan cara belajar membaca ala 'Ini Budi' diklaim mampu membuat jutaan anak bisa membaca dengan mudah dan cepat. Cara belajar membaca ala 'Ini Budi' ternyata tidak dikarang begitu saja. Kabarnya, buku peraga 'Ini Budi' adalah buku pertama yang dikarang dengan menerapkan metode pembelajaran 'Struktur Analisis Sintesis' (SAS).
Dalam Nunu Mahnun (2016) disebutkan bahwa metode Struktur Analisis Sintesis (SAS) dikembangkan oleh PKMM (Pembaharuan Kurikulum dan Metode Mengajar) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI yang diprogramkan pada tahun 1974 yang didasarkan pada psikologi anak, linguistik struktural, fonik sintesis. Lalu apa ada yang salah dengan 'Ini Budi' sehingga tak digunakan lagi sejak kurikulum 2013?
Dikutip dari Republika.co.id, Mendikbud Mohammad Nuh melarang pendidikan dengan praktik monoton guru dalam mengajar. Ia mencontohkan, pendidikan monoton yang berlangsung lama di Indonesia telah melahirkan anekdot seorang anak bernama Budi. Ia menjelaskan, dalam kurikulum 2013 akan diperkenalkan tokoh baru dalam buku SD.