Bising Masa Jabatan Kades di berbagai media tersiar. Pro dan kontra bermunculan dalam berisik tuntutan perpanjangan Masa Jabatan Kades dari 6 tahun ke 9 tahun. Aksi demo bahkan di gelar sebagai keseriusan atas tuntutan itu.
Untuk jabatan apa pun memang sulit menemukan titik ideal terkait jangka waktu masa jabatan bila diukur dari persfektif pemenuhan kepuasan diri. Jangankan 6 tahun, 9 tahun, 18 tahun atau 27 tahun, seumur hidup pun tetap saja kurang.
Namun ada kabar gembira bagi para Kades yang menuntut perpanjangan Masa Jabatan Kades menjadi 9 tahun. Menurut politikus Budiman Sudjatmiko, sang perintis undang-undang (UU) desa saat dipanggil Presiden Jokowi ke istana.
"Saya dipanggil terkait demonstrasi Kades. Setelah saya sampaikan aspirasi mereka, Pak Presiden setuju soal perpanjangan masa jabatan Kades jadi 9 tahun", kata Budiman, dikutip dari news.detik.com. Kita lihat saja apa kelanjutan kabar gembira itu!
Terlepas dari tuntutan Masa Jabatan Kades jadi 9 tahun, bila kita terus mengikuti perkembangan dunia digital, ada sebuah dunia baru yang mampu menawarkan ribuan jabatan dengan kecenderungan masa jabatan sepanjang hayat. Dunia itu bernama metaverse.
Pada dunia baru ini peluang dengan konsep pemerintahan virtual sepertinya belum ada pionir. Sehingga peluang tersebut bukan saja membuka jabatan-jabatan dalam pemerintahan virtual, melainkan juga berdirinya sebuah negara virtual dengan warga avatar sebagai penduduknya. Pertanyaannya, apakah mendirikan negara virtual termasuk makar?
Tidak satu pun pasal makar dipenuhi oleh negara virtual yang berdiri. Tapi mendirikan negara virtual adalah hak untuk menentukan nasib sendiri (self-determination) dalam tanda kutip. Sebab ini berbeda dengan gagasan semacam Republik Rakyat Maluku, Gerakan Aceh Merdeka atau lainnya.
Bahkan tidak sama dengan Estonia, yang disebut-sebut sebagai pencetus negara virtual pertama di dunia. Pun tidak identik dengan ide wirausahawan Bitcoin yang hendak membangun kembali Puerto Rico sebagai negara dengan ekonomi yang berbasis mata uang virtual.
Negara dengan pemerintahan virtual dan penduduk avatar ini pastinya bukan makar, melainkan kreativitas berkreasi pada teknologi informasi dalam ruang virtual dunia metaverse. Sebuah pengembangan ide atas lahirnya metaverse sebagai dunia virtual yang menjanjikan banyak hal baru dalam ruang dimensinya. Termasuk bernegara, berpemerintahan dengan rakyat avatar, yang tentu saja dalam konteks yang juga virtual.
Oleh karena itu, tawaran jabatan di metaverse bukan saja terbuka dengan masa jabatan sepanjang hayat, melainkan juga terbuka untuk ribuan jabatan yang bisa ditentukan sendiri. Apalagi belum tercatat ada negara virtual di metaverse. Kecuali jika Meta milik Facebook dan Mesh punya Microsoft berminat menjadikan konsep metaversenya dalam bentuk sebuah negara.
Selebihnya, kesempatan sangat terbuka luas bahkan untuk menjadi presiden sekalipun. Ketika sebuah negara virtual didirikan maka pintu-pintu jabatan terbuka. Mulai dari Ketua Rukun Tetangga Virtual (RTV), Ketua Rukun Warganet Virtual (RWV), Lurah Virtual, Kades Virtual, Bupati Virtual, Gubernur Virtual dan ribuan jabatan lainnya. Semua dengan kecenderungan masa jabatan sepanjang hayat. Apakah ide ini hanya mimpi? Bukankah segala sesuatu terbangun dan terwujud dari mimpi?