Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Mestakung yang Tidak Memberi Identik dengan Mirronis?

18 November 2022   14:03 Diperbarui: 18 November 2022   14:10 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun 1995, Stadion Utama Senayan Jakarta. Ribuan penonton memadati pertandingan sepakbola Indonesia untuk menyaksikan Perang Bintang Liga Dunhill 1995. Pertandingan itu ditayangkan di stasiun televisi swasta, Anteve.

Sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya yang menonton langsung pertandingan tersebut, masih ingat dengan euforia olahraga yang satu ini pada masa itu. Kenangan akan satu peristiwa yang terkait erat dengan Perang Bintang Liga Dunhill ini kembali mengetuk daya ingat saya ketika sebuah akun yang cukup dikenal mengunggah sebuah video pada channel berbagi, youtube.

"Sebentar lagi kita akan menyaksikan satu atraksi, yaitu satu tendangan penalti dengan hadiah sebuah mobil. Tendangan penalti ini dilakukan oleh penonton yang membeli karcis kemudian potongan karcis dari seluruh penonton dikumpulkan di suatu tempat dan dicabut tadi oleh bapak ketua PSSI, dan tiga penonton nampaknya mempunyai hak. Inilah salah satu diantaranya, yang mempunyai peluang untuk meraih hadiah mobil. Demikian suara pembawa acara sebagai pembuka video yang diberi judul 'Kemeriahan Perang Bintang Liga DUNHILL 1995, Penonton Tendang Penalty Berhadiah Mobil! pada akun youtube, Lensa Olahraga.

Bagian scene video memperlihatkan seorang pria paruh baya berkumis tebal tengah tersenyum-senyum dan tertawa gembira. Sesekali melambaikan tangannya ke arah penonton. Dia mengenakan jersey merah putih, kaos kaki panjang lengkap dengan sepatu bolanya. Informasinya, setelan jersey, kaos kaki dan sepatu bola itu disediakan oleh panitia penyelenggara. Pria dengan kumis tebal itu tampak sedang melakukan pemanasan. Dia bersiap-siap untuk melakukan eksekusi tendangan penalti.

Di tengah aksinya itu, di layar monitor terbaca namanya, 'SANUSI (45 th) Pemenang undian goal berhadiah lewat karcis tanda masuk'. Sanusi terpilih sebagai penendang utama. Dua lainnya dipilih untuk penendang cadangan. Salah satu cadangan sudah tampak di layar kaca dan namanya terbaca, 'TOTOK (35 th) Pemenang Cadangan 2 undian pinalti berhadiah'

Jauh sebelum hari keberuntungan itu didapatkan, Sanusi adalah seorang penggemar sepakbola yang selalu menonton setiap pertandingan liga Indonesia digelar. Baik melalui layar kaca maupun secara langsung.

Di komunitas sepakbola tempat tinggalnya, Sanusi tidak pernah luput dari menyaksikan setiap pertandingan kompetisi antar wilayah. Baik sepakbola dewasa, remaja atau anak-anak. Sesekali dia masuk ke dalam tim official sepakbola di wilayahnya. Kadang sebagai penasehat, pengatur, pengawas, pencari bakat atau lainnya. Sanusi muda juga dikenal sebagai pemain bola. Kedekatannya dengan sepakbola tak diragukan lagi. Maka baginya, melakukan tendangan penalti bukanlah sesuatu yang baru.

Sebagai seorang ayah, Sanusi dikenal sebagai ayah yang bertanggung jawab. Dia kerjakan apa saja yang bisa dikerjakan untuk menafkahi anak-anaknya. Pada masa itu Sanusi sudah memiliki empat orang anak. Seorang anaknya tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan sudah berusia dua puluh tahunan. Ketiga anaknya yang lain masih usia sekolah dan membutuhkan banyak biaya.

Di tahun itu Sanusi bekerja sebagai buruh pada sebuah industri rumahan yang memproduksi ikat pinggang, dompet, sendal atau sepatu berbahan dasar kulit sintetis. Dengan penghasilannya sebagai buruh yang tidak sebanding dengan kebutuhannya, kesempatan yang Sanusi dapat untuk sebuah mobil Daihatsu Feroza merupakan dukungan semesta yang tiada tara bagi hidupnya kelak.

Kabar tentang Sanusi mendapatkan kesempatan sebagai penendang penalti yang di klaim termahal di dunia, telah menyebar di wilayah tempat tinggal kami. Meskipun ketika itu media sosial belum ada, telepon selular hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu, televisi---khususnya program acara pertandingan sepakbola itu sendiri menjadi satu-satunya media yang membuat kabar itu viral.

Sampai ketika eksekusi itu dilakukan, yang euforia, gugup, tegang, greget mungkin juga gemetaran bukan hanya sang eksekutor, melainkan hampir semua orang yang menyaksikan lewat layar kaca dan mengenal sosok Sanusi.  Sedangkan saya menerima kabar itu ketika sedang berjalan menuju kedai bakso.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun