Mohon tunggu...
Sumrahadi Sumrahadi
Sumrahadi Sumrahadi Mohon Tunggu... -

Sejak kecil sampai dengan SMP sy tinggal di Kebumen, lalu meneruskan pendidikan SLTA di Yogyakarta dan perguruan tinggi di Jakarta. Masuk PNS di Ditjen Transmigrasi Tahun 1977. Aktifitas saya sekarang adalah sebagai penulis, praktisi pemberdayaan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Memilih Pemimpin Daerah

20 April 2016   11:23 Diperbarui: 20 April 2016   11:31 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun pemilihan gubernur DKI Jakarta baru akan berlangsung tahun depan (2017) namun suhu politik daerah (Jakarta) sudah terasa memanas sejak awal tahun 2016. Calon incumben sudah merasakan gempuran dan hantaman baik langsung maupun tidak langsung dari lawan lawan politiknya. Bakal calon pun semakin banyak dan dari berbagai elemen masyarakat . Ada mantan menteri, anggota DPRD. pengusaha, partai politik, masyarakat betawi, seniman, anggota kepolisian, dan sebagainya. Partai politikpun turut memperpanas suhu politik daerah dan nasional (maklum Jakarta adalah ibukota negara).

Yang menarik disini adalah mantan menteri yang rela untuk turun jabatan menjadi gubernur (sejauh ini ada 2 orang bakal calon gubernur DKI yang pernah menjabat menteri di era pemerintahan SBY). Nah apa sesungguhnya yang mereka cari ? Benarkah benar-benar ingin mengabdi untuk pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan  masyarakat Jakarta? Bagi masyarakat Jakarta dan bahkan masyarakat Indonesia, motivasi mereka itu masih menjadi tanda tanya besar. Maklum meskipun mereka itu adalah orang hebat, pakar, pemikir, tokoh masyarakat, namun kontribusinya terhadap bangsa Indonesia tidaklah jelas.

Sebagian masyarakat Indonesia justru menilai negatif terhadap orang-orang yang seperti ini. Apalagi kalau melihat sepak terjangnya, perilakunya, keberpihakannya terhadap masyarakat, kontribusinya terhadap negara, pada saat menjabat menteri dahulu, nilainya adalah paspasan atau negatif. Bahkan masyarakat menilai  orang-orang seperti ini adalah manusia yang haus kekuasaan, gila hormat, haus harta kekayaan, dan stigma negatif lainnya.

Meskipun keinginan untuk menduduki jabatan tertentu adalah hak setiap individu, namun seyogyanya mengedepankan introspeksi diri sebelum melangkah maju. Mampukah saya memegang amanah rakyat ? Mampukah saya membangun masyarakat untuk lingkup organisasi yang lebih kecil ? Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat introspektif tersebut patut diinventarisir sebanyak mungkin oleh bakal calon untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kompetensi sosial kedepannya.

Untuk masyarakat Jakarta diharapkan semakin cerdas memilih calon pemimpinnya nanti, gunakan hak pilihnya sebaik mungkin. Lihat apa kontribusi mereka dimasa yang lalu terhadap pembangunan masyarakat. Meskipun bekas pemimpin nasional belum tentu mampu memimpin daerah dengan baik.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun