Maksud dan tujuan ditulisnya biography singkat ini tidak lain adalah untuk mengenang sosok Kakak kami, Saudara kami, Teman kami, Senior kami, Sahabat kami… Surya Ibrahim Dompas.
Alun-alun Surya Kencana dan Gunung Gede..
Dua paduan yang sempurna, keindahan kawah vulkanik dan hamparan padang edelweiss..
Kedamaian merupakan sajian terbaikmu..
Setiap jiwa mengungkapkan rasa takjub sesaat setelah menginjakan kaki di salah satu padang edelweiss terluas di dunia..
Namun, masih terdapat sebuah misteri di balik kedamaianmu, misteri yang menyisakan tanda tanya besar bagi orang-orang yang mengenal sosok dirinya…
Surya Ibrahim Dompas, Permata yang Hilang
“Masih ada yang belum ketemu sampai sekarang di Gunung Gede.. Namanya Surya Ibrahim… Anak 82..”
(Herry ‘Macan’ Heryanto)
Dilahirkan di Manado – Sulawesi Utara 30 Oktober 1971. Merupakan putra kedua dari empat bersaudara dari pasangan Wim Dompas dan Aisyah Dompas. Ketiga saudara kandungnya adalah laki-laki. Ayahanda Surya berasal dari Minahasa – Sulawesi Utara dan Ibundanya berasal dari Buol Toli-Toli – Sulawesi Tengah. Masa kecil Surya tidak jauh berbeda dengan anak laki-laki seusianya, bisa dikatakan penuh dengan kenakalan yang menyenangkan, tidak jarang Surya membuat khawatir orangtuanya. Contoh saja, ketika Surya diajak berbelanja ke Pasar Blok M di Jakarta Selatan, sering kali ia tiba-tiba menghilang di tengah kerumunan orang dan menampakan diri di kios komik atau toko buku langganannya, orang tuanya sudah hafal kebiasaan Surya tetapi masih saja merasa khawatir akan hal itu. Atau seperti pada saat sedang berlomba untuk turun dari atas genteng rumah, Surya sudah hampir kalah cepat dengan saudara sepupunya tetapi ia mengambil jalan pintas dengan melompat ala Bruce Lee dalam film “Green Hornet” ke tiang bendera di tengah halaman rumah, yang membuat ia dapat turun lebih cepat dibandingkan saudara sepupunya, Surya menjadi pemenang pada waktu itu walaupun harus menderita luka yang cukup serius. Kedua kejadian di masa kecil Surya ini bisa dikatakan mewakili sifat aslinya, ia akan melakukan segala macam cara asalkan dapat mencapai tujuan akhir yang sama. Surya, yang mempunyai kebiasaan di rumah memelihara sekitar 10 ekor kucing liar, menamai kucing-kucing peliharaannya dengan nama makanan. Kucing Kesayangannya bernama Kornet, merupakan kucing peliharaan Surya pertama yang dibawa kerumah, “Saya dari yang tadinya gak suka kucing, jadi suka kucing gara-gara Surya.. Abis mau gimana lagi? Kucingnya dipindahin, dia langsung gak suka.. Ada aja kucing yg dibawa, tiba-tiba pas pulang kerumah di ranselnya dia nyempil kepala kucing, gak tau dia ketemu dimana..” ujar Sani, adik kandung Surya. Makanan kesukaan Surya sendiri adalah Nopia isi kacang hijau, makanan khas Purbalingga, bentuknya menyerupai bakpia tetapi mempunyai ukuran yang lebih kecil dan kue Moci, yang pertama kali ia temukan saat dalam perjalanan pulang dari Bandung menuju Jakarta melewati Jalur Puncak Cianjur – Bogor, Jawa Barat. Salah satu saudara terdekat Surya sedikit bercerita mengenai kedekatan mereka. “Dia saudara sepupu saya, karena ibu dia dan ibu saya adalah kakak adik. Boleh dibilang we grow up together, yang membedakan cuma kami tinggal di rumah yang berbeda, walaupun dia sering nginap di rumah saya. Uya sering pake baju saya kalau ada acara.. Bajuku adalah bajunya, tapi bajunya bukanlah bajuku, hehe.. karena kebanyakan baju Uya ukurannya agak lebih besar dari saya punya…”. Uya, begitu biasa ia dipanggil, sempat bersekolah di SD Muhammadiyah di Jl. Limau, SMP N XII di Jl. Wijaya dan SMA N 82 di Jl. Daha, semua sekolahnya terletak di daerah Blok M – Jakarta Selatan. Sewaktu SD dan SMP, tempat tinggal Uya terletak di daerah Radio Dalam – Jakarta Selatan. Tetapi ketika sudah menginjak SMA, Uya harus menempuh jarak yang lumayan jauh untuk bersekolah karena tempat tinggalnya pindah ke daerah Kelapa Gading – Jakarta Utara.
Surya dan bakatnya…