Mohon tunggu...
Summerson Giawa
Summerson Giawa Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat/ Founder LBH Cakra Keadilan

not idealistic, but realistic dignified

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mayday, Pengakuan, Sudah Dapat Apa Saja?

30 April 2024   15:21 Diperbarui: 30 April 2024   15:29 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bahwa sudah 11 tahun berlangsung, sejak 1 Mei 2013 Presiden SBY menetapkan setiap tanggal 01 Mei menjadi libur nasional melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia (KEPPRES RI) Nomor 24 Tahun 2013 tentang Penetapan Tanggal 1 Mei sebagai Hari Libur. Dan hal tersebut merupakan pengakuan kelayakan terhadap buruh di Indonesia.

Namun ternyata jika kita bicara kelayakan perburuhan di daerah jelas masih dikatakan jauh dari kata layak, walalupun memang masih ada beberapa kegiatan usaha yangmemperhatikan kesehjahteraan pekerjanya, namun jika berbicara soal persentase, maka masih banyak buruh yang belum memiliki kelayakan sebagai seorang buruh.

Politisasi keuntungan jelas memang masih merajai, terkhusus melihat kondisi perburuhan di Kawasan Medan Utara. Buruh di daerah Kawasan Perindustrian Medan (KIM), Buruh di Pelabuhan Belawan. Sistim monopoli dalam kegiatan usaha juga menggiring kepada suatu aksi yang terkesan mengarah kepada suatu kegiatan kerja paksa, bukan lagi dilihat sebagai sistim pekerja dan pengusaha. Bahkan virus-virus permasalahan tersebut menjalar sampai kepada pelaku-pelaku usaha yang memperkerjakan buruh dengan KEDOK Perusahaan Outsourcing.

Praktik outsourcing yang terlihat di Kawasan industry medan sekitarnya dan Pelabuhan Belawan jadi lebih mengarah kepada usaha kerja paksa terhadap si buruh tersebut. Hal tersebut karena dominasi suatu badan usaha tertentu yang menjadi vendor. Bahkan beberapa pelaku usaha juga putar kepala untuk menghindari peristilahan outsourcing, maka di buat ke dalam sistim koperasi karyawan, yang nota bene bentuk koperasi ini juga menjalankan praktik outsourcing. Jelas hal tersebut di lakukan demi meminimalkan kerugian-kerugian yang mungkin timbul bagi pelaku usaha yang memperkerjakan buruh tersebut.

Problem ini sebenarnya telah berjalan berpuluh-puluh tahun, seperti contoh berdirinya  Koperasi tenaga kerja bongkar muat di belawan, judulnya saja koperasi namun praktik usahanya adalah outsourching, kemudian yang lucunya koperasi tersebut malah di jalankan oleh bukan buruhnya namun orang yang mampu  melakukan control secara represif di Belawan. Sehingga Koperasi tersebut secara otoritasnya melakukan pemotongan-pemotongan yang tidak jelas tujuannya kemana dan mencekik leher para buruh yang bekerja melakukan bongkar muat. 

Sebenarnya praktik ini sudah berlangsung puluhan tahun, namun karena minimnya pengetahuan. Usaha pemerintah dengan menerbitkan PERMENHUB No. 60 tahun 2014 agar terciptanya persaingan sehat dan buruh memiliki nilai tawar malah dianggap oleh petinggi-petinggi di serikat buruh sebagai ancaman liberalisasi tenaga kerja bongkar muat, sebenarnya menurut hemat penulis malah keliru jika dikatakan sebagai liberalisasi, yang iyanya dengan masuknya pelaku usaha yang bervariasi di Pelabuhan akan mengganggu stabilitas kerajaannya sendiri.

Persoalan yang pelik juga bukan hanya ada di Belawan, penulis pernah melakukan wawancara singkat dengan salah satu petugas cleaning service di salah satu Rumah Sakit milik Pemerintah di daerah Medan bagian Utara. Miris mendengar ternyata sudah beberapa tahun mereka bekerja, ternyata perusahaan yang memperkerjakan mereka pun Ia tidak tahu, yang Ia ketahui bahwa ia kerja di Rumah Sakit, bukan pekerja dengan status outsourching. 

Dan ditemukan penyelundupan hukum dalam proses tersebut, seluruh karyawan cleaning service atau yang terlibat sebagai pekerja outsourching di perusahaan tersebut ternyata setiap tahun berganti-ganti nama perusahaannya namun dengan pegawai dan nama manajer yang sama jelas hal itu bertujuan agar si Karyawan dapat terikat sebagai butuh outsourching seumur hidup. Memang aneh jika melihat bahwa pemberi pekerjaan adalah Pemerintahan Kota Medan, sehingga tidak heran kit ajika  pelaku usaha swasta juga berbuat pembiaran-pembiaran demikian.

Persoalan perburuhan sebenarnya yang di uraikan diatas masihlah bersifat teknis atau isu yang tergolong masih kecil, namun itupun di lakukan pembiaran. Tidak perdulinya Pemerintahan Daerah Kota Medan sebagai salah satu indicator bobroknya perburuhan di kota Medan. Disamping juga bahwa perbuatan kebobrokan tersebut juga mandarah daging kepada elemen buruh/ tenaga kerja sehingga menganggap kebobrokan itu adalah hal yang wajar.

Bahwa di era yang semakin terdigitalisasi saat ini juga merupakan salah satu tantangan kedepan sector perburuhan dan pelaku usaha, dimana industrialisasi apalagi saat ini di kenal yang Namanya AI (artificial intelligence), dimana dengan kecerdasan buatan ini sangat membantu manusia dalam segala aspek industry, bahkan laporan-laporan keuangan, laporan pekerjaan juga ke depan pasti akan menggunakan AI karena dinilai lebih murah. Hal-hal ini lah yang seharusnya dapat di suarakan oleh pegiat-pegiat perburuhan, mengingat tantangan era industrialisasi AI menjadi ancaman TERGANTIKANNYA manusia sebagai pekerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun