Mohon tunggu...
sumir elkaelan
sumir elkaelan Mohon Tunggu... -

himpunan mahasiswa islam komfak ushuluddin pimred lapmi al-ushuliyah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

gadis lampu mirah

9 Mei 2014   16:59 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:41 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

senja namanya, gadis yang jujur dan berani. Dia masih berdiri tegak  dikeramaian kota dengan  gitar kecilnya. Padahal hari sudah larut malam. Semua angkutan umum di jalan raya sudah mulai sepi, pengamen jalanan yang lainnya juga mulai merapat ke gedung dipinggiran jalan yang berlantai lima, menghitung hasil ngamen mereka. Yang diatas gedung juga menghitung uang dari hasil korupsi, hal seperti ini sudah terbiasa terjadi. Jadi, mereka tidak ada yang risau, mereka menikmati apa yang didapatkan sejak siang tadi hingga malam ini. Setelah merasalelah, senja mencari tempat duduk untuk beristirahat. Ketika sedang duduk beristirahat sambil menghitung hasil ngamennya. Ada seorang lelaki  yang menghapirinya.
“Maaf,  boleh aku duduk di sini?”Pamit lelaki itu.
“Iya, silahkan.” Ucap senja lalu mempersilahkan lelaki itu untuk duduk.
“Kok,  hanya sendirian?” Tanya senja kembali.
“Nggak punya pacar.”Jawabnya.
“Hahaha…..” Tawa senja.
“Malah ketawa.” Katanya.
“Iya, lucu tahu.Hari gini ada yang nggak punya pacar, capek deh…..” Ucap senja.
“Emang kenapa?” Tanya Lelaki itu
“Nggak apa-apa kok.”Jawab senja.
“O, iya. Kamu kok ngamen, kenapa?”
Pertanyaan yang sangat menyakitkan, senja diam sejenak. Ia seperti orang yang kehilangan nafasnya, tak seperti senja yang biasa, dia seperti harimau yang mau menerkam mangsanya, perlahan-lahan nafas mulai mengalir dari lubang hidungnya yang  mancung.

Dengan  muka yang memerah dia menjawab, “Salahkah jika aku mengamen”. “Tidak ada yang salah, tapi apa alasan kamu sampai mengamen?”.Tanya lelaki itu kembali.
Aku hanya ingin membantu ekonomi orang tuaku. Mereka sudah baik hati membayar biaya kuliahku yang begitu mahal. Jadi, aku sadar diri.Jelas senja.
“Maksudnya?”
“Ya….Untuk uang makaku,  aku yang mencari sendiri. Tak perlu lagi aku bebankan kepada orang tuaku ”Kata senja dengan polos. Lelaki itu terdiam, dia tak bisa bicara apa-apa ketika mendengar perkataan senja. Berselang beberapa menit lelaki itu kembali berbicara dengan bertanya lagi.
Kamukan kuliah, kenapa nggak mengajukan beasiswa.
Itu malah membuataku semakin terbebani, dengan persyaratan yangtakmasukakal,danakuakanmenjadiaktoryangmelancarakanjalannyakorupsi.
Jelas senja kepada lelaki yang duduk disampingnya, yang sejak tadi bertanya Tanya tentang senja. Lelaki itu kemudian terdiam lagi. senja sudah selesai menghitung hasil ngamennya. Dan membersihkan gitar kesayangannya itu. Tiba tiba lelaki itu bertanya kembali.
“Apa perkuliahanmu tak terganggu dengan aktivitasmu yang  seperti ini.”
“Nggak, aku sudah menggatur waktuku dengan baik kok. Aku malah banyak belajar dari kehidupan pengamenin”.
Dia menarik nafas sebentar lalu melanjutkan kembali perkataannya. “Mungkin aku sudah ditakdirkan seperti ini. Terlahir dari keluarga yang miskin. Dan terus terus dicumbu penderitaan. Tapi, semua itu harus kujalani dengan senyuman. Agar semangatku untuk tetap bertahan hidup didunia ini tetap membara. Bagiku penderitaan dan kemiskinan bukanlah akhir dari kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun