Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(Fiksi Penggemar RTC) Super Dayat

11 September 2015   11:25 Diperbarui: 11 September 2015   11:45 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(22) Umi Azzurasantika

[caption caption="www.muvila.com"][/caption]

Desa Tempuk mendadak hingar bingar. Umbul-umbul terpasang sepanjang jalan menuju lapangan yang berada di ujung desa itu. Poster-poster bertuliskan ARTIS IBU KOTA ‘DAYAT’ bertebaran hampir di seluruh wilayah Tempuk. Sebuah desa yang masih termasuk wilayah kecamatan Undung Sari. Para petani seolah ingin segera menyelesaikan pekerjaan di sawahnya. Sudah tidak sabar lagi melihat pertunjukkan Dayat malam ini. Para pemuda pun berkumpul bergotong royong menyiapkan tempat pertunjukan di lapangan desa mereka.

“Jarwo!” teriak seorang laki-laki bertubuh agak pendek dengan berkacak pinggang. Kaca mata hitam bertengger di atas kepalanya. Rahangnya yang menonjol semakin menegaskan sikap kerasnya. Giginya yang besar-besar membuat dia kelihatan sangar. Layaknya bos saja dia. Memanggil temannya di ujung lapangan yang sedang memasang pagar pembatas dengan muka merah karena panas matahari.

“Sebentar bos!” jawab Jarwo yang merasa dirinya dipanggil laki-laki yang disebutnya bos. Badannya gempal. Dia pasti fitnes setiap hari. Hal itu terlihat dari lengan atasnya yang terlihat berotot, menyembul dari kaos street warna hijau lumut yang dipakainya. Dipadu dengan jins kumal. Mungkin sudah berbulan-bulan tidak dicuci. Dia berdiri sejajar dengan pagar pembatas yang dia gotong-gotong dari pinggir jalan ke arah ujung lapangan sedari tadi. Dia lebih tinggi dari pagar pembatas itu, kemungkinan tingginya bisa mencapai dua meter. Masalahnya, mate line belum saya bawa, jadi belum bisa saya ukur dengan pasti, berapa centi meternya.

Setengah berlari Jarwo mendekati ‘bos’nya.

“Ya bos, ada apa?” terengah-engah dia bertanya pada bosnya.

“Sudah selesai belum pemasangan pagar pembatasnya?” bentak laki-laki itu tanpa memerdulikan tetesan keringat yang memenuhi wajah Jarwo.

“Su-su-su-sudah bos!”

“Bener?”

“Bener bos” gagap Jarwo memberi penegasan pada bosnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun