Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

(Dear PPA) Tuan, Dimana Dirimu?: Satu Suara Perempuan Indonesia

2 Maret 2015   05:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:18 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14252192741640337906

Umi Azzurasantika : 95

Tuan,
Di mana dirimu?

Banyak nyawa-nyawa menggelepar
Merasai dunia yang semakin tawar
Asin manis jadi pait hambar
Di mana-mana busung lapar
Pukulan telak kaum sudra bagai halilintar

Tuan,
Di mana dirimu?

Petani tak temukan pupuk
Tidurpun tak lagi di kasur empuk
Mereka sudah jatuh terkena timpuk
Garu dan bajak sudah remuk
Tergerus besi dan semen kemaruk

Tuan,
Coba lihat

Nelayan berpayah menebar jala
Tak satupun ikan terjebak di dalamnya
Segalanya telah terampas paksa
Dibawa bandar-bandar bernafsu jumawa
Hanya teri-teri tersisa penyambung nyawa

Tuan,
Coba lihat

Sepatumu mengkilap
Dasi kemejamu rapi terlihat
Rupiahmu tertimbun bersekat-sekat
Tapi ucapan kelakuanmu penuh muslihat
Rasamu mati tertutup beringas nafsu jahat

Tuan,
Jika kau masih punya nurani
Datanglah ke sini
Beras membumbung tinggi
Susu tak terbeli
Pandang dengan hati
Jangan lagi simpan tirani
Mereka butuh kau cintai
Butuh mukti
Butuh sekolah tinggi
Bukan sekedar terima manis janji

UmiAzz, 01032015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun