Di media sosial beredar Presiden Prabowo umumkan libur bagi siswa sekolah 45 hari selama Ramadhan. Namun setelah ditelusur hal tersebut tidak benar. Menurut Menteri agama, wacana libur selama Ramadhan masih dalam tahap kajian. Sedangkan Menteri Pendidikan dasar dan menengah menyampaikan ada tiga opsi dari Masyarakat. Libur sebulan dengan kegiatan keagamaan di Masyarakat. Libur awal dan jelang berakhirnya Ramadhan. Waktu di Tengah-tengah Ramadhan masuk sekolah seperti biasa. Kemudian opsi yang ketiga masuk penuh selama Ramadhan seperti yang sudah berlangsung selama ini. Dari opsi yang merupakan aspirasi publik tersebut, belum ada kepastian pasti.
Menilik wacana tersebut, perlu menakar kelebihan dan kekurangan libur selama Ramadhan. Pun jika siswa benar-benar diliburkan selama Ramadhan ditambah libur lebaran memiliki beberapa kelebihan. Pertama, anak-anak bisa lebih konsentrasi beribadah.xSelama mereka bisa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, mereka bisa lebih banyak beribadah. Â Hari-hari bisa diisi dengan ibadah Ramadhan seperti sholat tarawih, subuh, dan puasanya bisa lebih terjaga. Amalan lainnya, mereka bisa fokus mengaji dan menghafal Qur'an, juga melakukan ibadah lainnya seperti bersedekah.
Kedua, waktu lebih banyak digunakan untuk mengamalkan amalan-amalan sosial agama Islam, bukan sekadar teori di sekolah. Jika di sekolah diajarkan tata cara beribadah, sedekah, dan berlaku baik maka implementasinya adalah saat Ramadhan. Mereka lebih leluasa dan kreatif dalam mengamalkan ibadah di Masyarakat.
Dari keduanya dapat membentuk karakter atau akhlak anak. Terjadinya hubungan yang lebih erat antara orang tua dengan anak. Tentunya membutuhkan sinergitas antara sekolah, orang tua, dan anak sendiri. Dengan demikian waktu libur panjang dapat bermanfaat secara maksimal.
Pun demikian, libur penuh selama Ramadhan memiliki kelemahan.
Banyaknya waktu yang tersedia bagi anak akan menimbulkan dampak negatif dikala anak tidak bisa mengelola dengan baik. Hal tersebut bisa disebabkan kurangnya pengawasan dari orang tua yang sibuk dengan pekerjaan. Orang tua yang terbiasa menyerahkan waktu belajar terhadap sekolah. Selain itu, anak yang terbiasa di sekolah seolah kebingungan saat di rumah.
Maraknya penggunaan gadget dan media sosial, memungkinkan anak lebih banyak bermain dengan gawai mereka. Hal ini tentu akan sangat bedampak negatif. Ibadahnya kurang terarah, belajarnya pun abai sebab kurangnya pengawasan dari orang tua dan guru.
Dari sudut kematangan belajar, akan mengakibatkan banyak jam Pelajaran yang hilang. Hal tersebut bisa terjadi jika sekolah tidak menyiapkan berbagai program selama libur berlangsung. Membiarkan anak dengan orang tua di sekolah dan diharapkan fokus dalam beribadah, namun tidak dirancang dengan cermat.
Belum lagi masalah sosial yang mungkin terjadi. Jika anak tidak diimbangi dengan kegiatan ibadah dan sosial kemasyarakatan akan menyebabkan tawuran dan kekerasan lainnya. Masalah tersebut akan muncul ketika sinergitas orang tua dengan sekolah tidak berjalan dengan matang.
Jika wacana tersebut benar terjadi, sekolah harus benar-benar memiliki program yang matang. Baik program yang bisa mengawal belajar anak terhadap materi sekolah. Juga program terstruktur mengenai ibadah dan muamalah yang bisa dilakukan di sekolah.