Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jadi Guru Jangan Pura-Pura Bahagia

22 Oktober 2024   14:14 Diperbarui: 22 Oktober 2024   14:38 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebersamaan Guru dan Murid. Doc. pribadi

Tuntutan pekerjaan guru saat ini dirasa berat oleh sebagian guru. Baik itu pekerjaan administratif maupun tuntutan kurikulum yang dirasa membebani guru. Membuat guru menjalani pekerjaan sebagai 'budak korporat'; meminjam istilah Gen Z. Terpaksa menjalani pekerjaan yang memberatkan. Rela menghabiskan waktu melebihi jam kerja demi memenuhi tuntutan pekerjaan. 

Mengorbankan kepentingan dan kebebasan pribadi.  Untuk mendapatkan performa terbaik. Namun hal tersebut mengakibatkan seseorang menjadi egois, mementingkan kepentingan sendiri. Tak memedulikan sekitar, apalagi rekan kerja. Di mana sebenarnya mereka butuh dukungan atas tuntutan pekerjaan yang harus diselesaikan. 

Hal tersebut akhirnya memicu stressing seseorang dalam menjalani pekerjaan sebagai seorang guru. Seharusnya bisa membagi beban serta cerita mengajar dan anak didik, namun tak tersisa waktu untuk membicarakan hal tersebut.

  • Kurikulum Berubah-ubah

Sering kali kita mendengar, ganti Menteri= ganti kurikulum. Hal tersebut bisa jadi benar bisa jadi tidak. Mengapa demikian, sebab hal tersebut tergantung bagaimana guru menyikapi perubahan. Jika guru tidak reaktif atas suatu perubahan, namun ditelaah dengan baik, suatu perubahan akan dijalani dengan baik. Bisa jadi, perubahan itu sekadar ganti istilah, tidak ganti kurikulum secara esensi. 

Sebagai contoh, saat ini kurikulum yang dijalankan adalah Kurikulum Merdeka. Jika ditelaah dengan baik, kurikulum itu hampir sama dengan kurikulum terdahulu, seperti Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Di mana pembelajaran berpusat pada murid. Sama prosesnya, sekadar beda istilah atau nama kurikulum.

Pun demikian, perubahan-perubahan yang terjadi begitu cepat jika tidak disikapi dengan bijak akan menyebabkan stressing bagi guru. Akan terjadi kepanikan atau susah move on dari kurikulum sebelumnya. Selain itu reaktif akan menyebabkan kepanikan sehingga tidak bisa menyesuaikan perkembangan yang ada.

Masih ditambah pula dengan pressure struktural dari atasan, di mana semakin ke bawah semakin besar daya tekan. Sehingga guru mengalami kepanikan luar biasa. Konsentrasi pada pemenuhan kurikulum dan adminsitrasi, lupa pada esensi guru yang harus mengajar murid sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat mereka.

Guru, Mengajarlah dengan Bahagia

Sudah seharusnya guru mulai dari dirinya sendiri untuk bahagia. Menjalani profesinya dengan baik guna memenuhi kebutuhan batin guru itu sendiri. Guru harus Merdeka sesungguhnya sebagai manusia. Terlebih guna memenuhi kebutuhan belajar muridnya. 

Mengapa harus dimulai dari diri guru terlebih dahulu. Sebab, guru harus menyadari bahwa kunci kebahagiaan yang sesungguhnya dimulai dari guru, setelah itu siswa akan merasa bahagia.

Guru yang telah selesai dengan dunianya, maka dia akan bahagia lahir batin. Secara psikologis ia akan memiliki afirmasi positif. Di mana seseorang memiliki emosi positif berupa kepuasaan hidup, pikiran, dan perasaan positif akan kehidupan yang dijalaninya. Lalu bagaimana menciptakan hal tersebut?

  • Tulus dan Ikhlas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun