Tuntutan pekerjaan guru saat ini dirasa berat oleh sebagian guru. Baik itu pekerjaan administratif maupun tuntutan kurikulum yang dirasa membebani guru. Membuat guru menjalani pekerjaan sebagai 'budak korporat'; meminjam istilah Gen Z. Terpaksa menjalani pekerjaan yang memberatkan. Rela menghabiskan waktu melebihi jam kerja demi memenuhi tuntutan pekerjaan.Â
Mengorbankan kepentingan dan kebebasan pribadi. Â Untuk mendapatkan performa terbaik. Namun hal tersebut mengakibatkan seseorang menjadi egois, mementingkan kepentingan sendiri. Tak memedulikan sekitar, apalagi rekan kerja. Di mana sebenarnya mereka butuh dukungan atas tuntutan pekerjaan yang harus diselesaikan.Â
Hal tersebut akhirnya memicu stressing seseorang dalam menjalani pekerjaan sebagai seorang guru. Seharusnya bisa membagi beban serta cerita mengajar dan anak didik, namun tak tersisa waktu untuk membicarakan hal tersebut.
- Kurikulum Berubah-ubah
Sering kali kita mendengar, ganti Menteri= ganti kurikulum. Hal tersebut bisa jadi benar bisa jadi tidak. Mengapa demikian, sebab hal tersebut tergantung bagaimana guru menyikapi perubahan. Jika guru tidak reaktif atas suatu perubahan, namun ditelaah dengan baik, suatu perubahan akan dijalani dengan baik. Bisa jadi, perubahan itu sekadar ganti istilah, tidak ganti kurikulum secara esensi.Â
Sebagai contoh, saat ini kurikulum yang dijalankan adalah Kurikulum Merdeka. Jika ditelaah dengan baik, kurikulum itu hampir sama dengan kurikulum terdahulu, seperti Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Di mana pembelajaran berpusat pada murid. Sama prosesnya, sekadar beda istilah atau nama kurikulum.
Pun demikian, perubahan-perubahan yang terjadi begitu cepat jika tidak disikapi dengan bijak akan menyebabkan stressing bagi guru. Akan terjadi kepanikan atau susah move on dari kurikulum sebelumnya. Selain itu reaktif akan menyebabkan kepanikan sehingga tidak bisa menyesuaikan perkembangan yang ada.
Masih ditambah pula dengan pressure struktural dari atasan, di mana semakin ke bawah semakin besar daya tekan. Sehingga guru mengalami kepanikan luar biasa. Konsentrasi pada pemenuhan kurikulum dan adminsitrasi, lupa pada esensi guru yang harus mengajar murid sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat mereka.
Guru, Mengajarlah dengan Bahagia
Sudah seharusnya guru mulai dari dirinya sendiri untuk bahagia. Menjalani profesinya dengan baik guna memenuhi kebutuhan batin guru itu sendiri. Guru harus Merdeka sesungguhnya sebagai manusia. Terlebih guna memenuhi kebutuhan belajar muridnya.Â
Mengapa harus dimulai dari diri guru terlebih dahulu. Sebab, guru harus menyadari bahwa kunci kebahagiaan yang sesungguhnya dimulai dari guru, setelah itu siswa akan merasa bahagia.
Guru yang telah selesai dengan dunianya, maka dia akan bahagia lahir batin. Secara psikologis ia akan memiliki afirmasi positif. Di mana seseorang memiliki emosi positif berupa kepuasaan hidup, pikiran, dan perasaan positif akan kehidupan yang dijalaninya. Lalu bagaimana menciptakan hal tersebut?
- Tulus dan Ikhlas