Sepanjang film diputar, penonton dibuat emosinya naik turun. Sebentar tertawa, lalu terharu, dan tiba-tiba deg-degan melihat adegan horor. Sekawan Limo, film yang disutradari Bayu Skak berhasil menghipnotis penonton dari awal hingga akhir. Walau film bergenre horor, namun ada sentuhan romantisme, serta komedi yang kental, ciri khas film produksi Bayu Skak.
Film yang berlatar di Gunung Madyopuro menggunakan bahasa Jawa Timuran. Dialog-dialog khasnya mengalir, hingga mudah dipahami. Dimainkan Bayu (Bagas) berperan sebagai sutradara sekaligus penulis skenario bersama nona Ica. Ia menjadi salah satu karakter utama dalam film tersebut bersama Keisya Levronka (Dini) dan Nadya Arina (Lenni). Juga dimainkan oleh Benidictus Siregar (Juna), Dono Pradana (Deri), Indra Pramijito (Andrew), dan Firza Valaza (Dicky).Â
Sekawan Limo dimulai dari perjalanan Bagas, Leni, Dicky, Juna, dan Andrew yang mendaki Gunung Madyopuro. Di mana mitosnya, saat mendaki, anggota harus genap. Selain itu tidak boleh menengok. Saat perjalanan mitos tersebut mereka langgar. Dari situlah, kisah mistis dimulai. Mereka mulai diganggu oleh hantu yang mengikuti mereka.Â
Dari sekian perisitiwa perjalanan pendakian tersebut, mereka saling curiga. Bahwa salah satu di antara mereka adalah hantu. Sajian cerita film ini sempat membuat penonton bertanya-tanya, siapakah hantunya. Penonton baru tau siapa hantunya setelah menonton film di bagian akhir.
Setelah menonton Sekawan Limo ada beberapa hal yang dapat diambil maknanya. Bahwa saat mendaki gunung, harus menerapkan 'di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung'. Selain itu mitos tidak boleh menengok ke belakang merupakan analogi kehidupan tentang masa lalu. Jangan pernah lari dari kenyataan masa lalu, namun hadapi demi masa depan. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H