Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Beban Pundak Pendidik Teramat Berat

1 Juni 2024   20:02 Diperbarui: 2 Juni 2024   05:36 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persahabatan Guru dan Murid. Doc. UAW

Setiap kali bertemu dengan anak-anak di sekolah, tak lupa saya sematkan senyum di bibir. Untuk apa? Pertanyaan yang kadang-kadang membuat saya bingung menjelaskannya. Toh, senyum dan sapa tak merugikan siapapun, bukan? Kenapa harus dipertanyakan?

Justru saat saya 'semanak', (seolah) menjadi mereka, tercipta kedekatan yang tak bisa dimiliki oleh orang lain. Kami bicara, bercanda, kadang saling mengejek sudah biasa kami lakukan.

Tapi masih banyak pula yang menyampaikan bahwa hal itu seharusnya tidak dilakukan. Alasan klisenya, menurunkan wibawa sebagai pendidik dan berumur lebih tua dari anak didik.

Mindset seperti inilah yang seharusnya diubah, menurut saya. Mengapa? Pendidik dengan anak didiknya itu ibarat orang tua pada anaknya. Sebagai orang tua, tidak harus selalu memerankan diri sebagai orang tua yang kaku. Sekali waktu jadi temannya, jadi sahabatnya, menjadi 'bestie' pun tak mengapa. Sebab dengan demikian, anak-anak akan merasa nyaman dengan diri mereka.

Pada saat memaknai setiap pengetahun baru yang mereka peroleh akan mudah untuk dipahami. Obrolan-obrolan ringan, dialog di setiap sudut memunculkan ide-ide cerdas. Sebab, di ruang-ruang itulah mereka mampu mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran dan hatinya.

Nah, ketika beberapa waktu lalu, saat saya berdiskusi dengan seorang teman, saya tak terima begitu saja. Dia berpendapat, bahwa kegagalan pelaksanaan pendidikan, utamanya karena mindset pendidik yang masih kolot. Saya akui, itu mungkin saja terjadi. Bisa jadi salah satu faktornya adalah pendidik. Namun tidak bisa di 'gebyah uyah'. 

Mengingat banyak pendidik yang berusaha keras menjadi diri sendiri dalam mendidik. Tidak sekadar mengajarkan pengetahuan. Namun memberikan pendidikan dan pengalamn hidup. Menjallin kedekatan dengan peserta didik agar bisa masuk ke dalam diri mereka. Sehingga lebih mudah dalam proses belajar mengajar. Menjadikan mereka berkarakter.

Sekali lagi menurut saya, 

Keberhasilan pendidikan tidak hanya bertumpu di pundak seorang pendidik. Namun pula menjadi tanggung jawab berbagai pihak. Salah satunya orang tua yang waktunya lebih banyak bersama anak-anak. Sebab mereka adalah madrasah pertama bagi anak-anak.

Hemat saya, jika pendidikan ini ingin mencapai keberhasilan seperti yang diharapkan, dibutuhkan kolaborasi antara sekolah dan orang tua. Jangan sampai orang tua 'pasrah bongkokan' kepada guru. Itu hanya sekelumit faktor keberhasilan pendidikan yang saya bayangkan. Terlepas dari berbagai kebijakan yang tentunya juga sangat memengaruhi keberhasilannya. [UAW]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun