Hari ini Ramadhan dalam detik-detik akhir menuju kemenangan di hari lebaran. Dalam waktu 24 jam ramadhan pulang untuk kembali tahun depan. Waktu yang sempit ini benar-benar dimanfaatkan dengan baik. Ibadah dilaksanakan sepenuh hati mengharap ridho illahi.
Kebanyakan para pemudik sudah berada di kampung halaman bersama keluarga, termasuk saya. Saya telah dua hari menikmati suasana kampung tempat di mana saya dilahirkan, Semanu, Gunungkidul, DIY. Menata kembali kenangan-kenangan yang berserakan dalam pikiran saya.
Mainan sewaktu kecil saat pagi, sore, hingga malam di bulan ramadhan. Kegiatan-kegiatan yang tercatat jelas dalam memori kepala. Hingga saat ini mulai diingat-ingat kembali. Hingga muncul banyak pertanyaan, mengapa banyak kegiatan pada saat itu yang kemudian menarik saya bincangkan kembali bersama orang tua saya.
Budaya "Golek Apem"
Dalam artikel saya terdahulu pernah saya ceritakan tentang budaya "Golek Apem". Anak-anak kecil beramai-ramai mendatangi rumah-rumah untuk minta makanan kue apem. Ternyata kue apem memiliki makna filosofis yang dalam yang tak pernah terpikir sebelumnya.
Dengan simbol kue apem menjelaskan bahwa sebagai manusia harus saling memaafkan. Memberikan maaf atas permintaan maaf orang lain dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan.
Kemudian kenapa kue apem muncul saat sehari menjelang lebaran? Sudah dipastikan hal ini merupakan pembelajaran tentang kemenangan di bulan ramadhan yang dicapai pada hari raya Idul Fitri, hari lebaran. Di mana semua orang saling bermaaf-maafan atas segala kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja.
Sedekah "Genduren Riyaya"
Saat itu pula, habis maghrib hari terakhir ramadhan, biasanya setiap rumah mengadakan "genduren riyaya". Bentuk sedekahan makanan yang dihadiri tetangga terdekat dan didoakan oleh tetua atau sesepuh atau sering disebut dengan "Mbah Kaum". Kemudian makanan tersebut dibagikan kepada sanak saudara dan tetangga.