2) Kekerasan psikis. Kekerasan psikis ini akibatnya justru lebih menyakitkan. Karena dengan psikis yang mengalami kekerasan, fisikpun akan ikut mengalami akibatnya. Â Kekerasan bentuk ini bisa dengan perlakuan dan perkataan-perkataan yang menyakitkan. Lebih baik berkata baik dan memerlakukan istri/suami dengan baik, bukan? Supaya keduanya tak mengalami cedera psikis hingga jiwanya sakit.
3) Kekerasan seksual. Dalam berbagai kasus, perempuan lebih banyak mengalami kekerasan seksual. Misalnya pemerkosaan, pemaksaan, dll. Laki-lakipun bisa saja mengalami kekerasan seksual. Ketidakmampuan laki-laki menjalankan kewajibannya kemudian dilecehkan perempuan. Hal ini adalah kekerasan seksual perempuan terhadap laki-laki.
4) Kekerasan Ekonomi. Nah ini adalah biang dari semua permasalahan yang kadang berakhir dengan percekcokan di dalam rumah tangga. Kekerasan ini bisa terjadi jika suami mengabaikan kebutuhan ekonomi keluarga padahal suami mampu melakukannya. Istri memegang penuh kendali keuangan tanpa memikirkan kebutuhannya. Hal itu juga merupakan kekerasan ekonomi.
Peran Masyarakat dalam Pengarusutamaan Gender
Istilah gender bukan hanya untuk perempuan. Gender adalah perbedaan yang lebih didasarkan pada aspek sosiologi dan kultural. Jadi dalam hal ini tak ada kaitannya dengan alat reproduksi yang membedakan jenis kelamin.
Agar tidak terjadi bias gender di dalam masyarakat, peran masyarakat sangat penting. Pelayanan masyarakat terhadap pengarusutamaan gender harus lebih ditingkatkan. Misalnya dengan memberikan pelayanan khusus terhadap perempuan menyusui, perempuan hamil, dan libur bagi perempuan yang bekerja. Memberikan keleluasaan bagi laki-laki bekerja untuk memberikan waktu lebih kepada istrinya dalam membantu urusan rumah tangga. Dalam hal pelayanan, saat ini sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Seperti disediakannya tempat khusus untuk meyusui di berbagai fasilitas umum.
Jangan sampai jenis kelamin mengkotak-kotakkan pekerjaan. Jika ada sopir truk perempuan dianggap tak lazim. Jika ada suami yang jadi bapak rumah tangga, istri bekerja dianggap tak lazim pula. Hal ini peran pengaturan masyarakat dalam hal persepsi sangat membantu pengarusutamaan gender tanpa menyalahi kodrat. Karena kodrat hanya dalam urusan reproduksi.
***
Oleh karena itulah responsif gender dengan cara menyusun langkah-langkah yang bertujuan terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender dapat terwujud. Namun dalam hal ini, jangan sampai menjadi responsif gender yang 'kebablasan'. Karena ingin menjujung hak-haknya sering mengabaikan adat ketimuran, di mana sudah selayaknya perempuan menghormati laki-laki. Sebaliknya laki-laki juga tetap harus menghargai perempuan dengan segala bentuk pengabdiannya pada keluarga, suami dan anak-anaknya. (Ummi Azzura Wijana)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H