Banyak orang mengira Ambarawa adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Mengingat mudahnya orang mendengar dan mengenal kota ini. Tapi tahukah bahwa ternyata Ambarawa ini adalah sebuah kecamatan yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Semarang. Di antara 19 kecamatan yang ada. Ambara sendiri terdiri dari 7 desa dan 9 kelurahan.
Pada zaman Kasunanan Kartasura 1 (Amangkurat II) Ambarawa bernama Limbarawa. Sekarang Ambarawa disebut sebagai kota Palagan Ambarawa. Dulu memiliki jalur kereta api Semarang-Yogyakarta. Jalur kereta api ini merupakan salah satu yang tertua di Indonesia, namun saat ini tidak lagi dioperasikan, sejak meletusnya Gunung Merapi yang merusakkan sebagian jalur tersebut. Jalur lain yang kini juga tidak beroperasi adalah Ambarawa-Tuntang-Kedungjati. Namun di Ambarawa terdapat Museum Kereta Api. Kereta api uap dengan rel bergerigi kini digunakan sebagai jalur wisata dengan rute Ambarawa-Bedono, di samping itu telah dikembangkan kereta wisata Ambarawa-Tuntang PP dengan menyusuri tepian Rawapening.
Palagan Ambarawa
Sesuai dengan sebutan yang disematkan untuk kota ini, dibangunlah sebuah monumen Palagan Ambarawa. Di mana, sejarahnya Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan pihak Indonesia.
Benteng Pendem Ambarawa (Fort Willem I Ambarawa)
Selain monumen palagan Ambarawa, di daerah ini juga terdapat Benteng Pendem yang dibangun pada abad 18, tepatnya 1834-1845. Pembangunan ini dulunya digunakan sebagai barak penyimpanan logistik colonial. Namun pada abad 19, sekitar tahun 1927 benteng yang beberapa bagiannya telah hancur karena gempa bumi dijadikan tempat tahanan anak dan tahanan politik. Hingga pada masa perang kemerdekaan dipakai sebagai kamp oleh tentara Jepang. Sampai terjadinya pertempuran pagalagan Ambarawa, benteng ini digunakan markas oleh TKR.
Seiring berjalannya waktu, benteng ini digunakan sebagai penjara dewasa, penjara anak, penjara kelas IIb, IIa hingga sekarang. Selain itu benteng ini juga digunakan untuk barak militer. Jika dilihat dari jauh, benteng ini seperti bangunan tua tak berpenghuni, namun sesungguhnya masih ada aktivitas di dalamnya, seperti dikemukakan di atas.
Museum Kereta Api Ambarawa
Masih di sekitar daerah ini, dibangun sebuah museum Kereta Api. Museum ini dahulu merupakan sebuah stasiun kereta api yang di bangun pada 21 Mei 1873. Pada saat Ambarawa dalam dalam kekuasaan kolonial, oleh Raja Williem diperintahkanlah membangun stasiun kereta api yang kemudian diberi nama stasiun Williem. Hingga akhirnya terkenal dengan stasiun Ambarawa. Penghubung jalur Semarang-Yogyakarta melewati Magelang.
Museum ini melayani kereta wisata Ambarawa-Bedono pp, Ambarawa-Tuntang pp dan lori wisata Ambarawa-Tuntang pp. Kereta wisata Ambarawa-Bedono pp atau lebih dikenal sebagai Ambarawa Railway Mountain Tour ini beroperasi dari museum ini menuju Stasiun Bedono yang jaraknya 35 km dan ditempuh 1 jam untuk sampai stasiun itu. Kereta ini melewati rel bergerigi yang hanya ada di sini dan di Sawahlunto. Panorama keindahan alam seperti lembah yang hijau antara Gunung Ungaran dan Gunung Merbabu dapat disaksikan sepanjang perjalanan.
Pemandangan yang dapat dinikmati dari kereta dan lori Ambarawa-Tuntang pun tak kalah bagusnya. Kereta ini berangkat dari stasiun menuju Stasiun Tuntang yang berada sekitar 7 km dari museum. Di sepanjang jalan dapat dilihat lanskap menawan berupa sawah dan ladang dengan latar belakang Gunung Ungaran, Gunung Merbabu, dan Rawa Pening di kejauhan. Kereta ini sebenarnya sudah ada sejak dulu, tetapi ditutup pada 1980-an karena prasarana yang rusak. Harga karcis kereta wisata adalah Rp50.000 per orang, sedangkan lori Rp10.000 per orang. Harga sewa kereta Rp3.000.000.
Rawa Pening
Penjelajahan berlanjut ke arah timur. Di sebelah Tenggara Kota Ambarawa ada sebuah Rawa yg dikenal dengan sebutan Rawa Pening. Asal muasal rawa tersebut menurut geologist J. Van Bemellen, Rawapening merupakan cekungan danau tektonik, yang terjadi dari peristiwa tektonik gravitasi, yaitu pergeseran akibat gaya berat, yang mengakibatkan Gunung Telomoyo Purba, yang dikenal sebagai Gunung Soropati, sobek dan menghasilkan sesar Klegung yang sekarang sudah tidak aktif lagi. Pada Masa Pra-sejarah, sisi timur Gunung Soropati bergeser ke arah timur laut, sehingga daerah antara Gunung Telomoyo dan Pegunungan Payungrong mengalami depresi.
Akibatnya, bagian kaki dasarnya patah dan terlipat, sehingga membentuk cekungan yang terisi air hujan dan menghasilkan banyak mata air dari patahan aquifer. Cekungan inilah yang dikenal sebagai Rawapening. Rawa ini menjadi sumber air utama Sungai Tuntang, yang bermuara ke Laut Jawa. Nah, Pada tahun 1921-1923, Pemerintah Hindia Belanda membendung aliran air yang keluar dari Rawapening, dengan membangun Bendung Gerak Jelok (lebar 43,25 m dengan 6 pintu radial) pada bagian hulu Sungai Tuntang, untuk dialirkan ke turbin PLTA Jelok dan Timo yang berkapasitas 25 MW (Damar Kumala, 2010).
Eling Bening
Eling Bening sebenarnya merupakan wahana wisata baru. Dikelola oleh swasta namun dibuka untuk umum. Tiket masuk seharga 15.000 per orang memermudah wisatawan untuk memasuki kawasan ini. Di dalamnya terdapat fasilitas berupa restoran, tempat pertemuan, dan juga kolam renang serta taman tempat bermain anak.
Tempat Wisata Lain
Ambarawa sebagai kecamatan yang memiliki sejarah yang berkaitan dengan kemerdekaan Indonesia juga dekat dengan tempat wisata lain. Di sebelah barat Ambarawa terdapat dataran tinggi, puncaknya Semarang. Tepatnya lereng gunung Ungaran. Di sini terdapat Kompleks Candi Gedong Songo yang merupakan candi peninggalan Hindu. Candi ini diketemukan oleh Rafles pada tahun1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra Abad ke 9(tahun 927 masehi).
Selain candi dan wisata naik kuda, di sini dilengkapi dengan pemandian air hangat yang mengandung belerang. Di mana diketahui, mata air yang mengandung belerang konon dapat menyembuhkan beberapa penyakit, salah satunya penyakit kulit.
Masih di wilayah ini pula terdapat tempat wisata Umbul Sido Mukti. Merupakan wisata alam lereng Gunung Ungaran yang udaranya sangat sejuk. Terdapat Outbond Training, Adrenalin Games, Taman Renang Alam, Camping Ground, Pondok Wisata, Pondok Lesehan, serta Meeting Room. Kolam renang yang bertingkat dengan air yang sejuk dan jernih serta menantang karena berada di pinggir bukit.
Selain itu ada fasilitas yang menantang yaitu flying fox dengan jalur yang panjang. Flying fox dengan dua pilihan track, marine bridge di lembah, rapeling menuruni lembah sisi kolam, dan ATV, kolam renang alami dan jalur trekking. Flying fox dengan panjang lintasan 110 meter, dengan jarak ketinggian dari titik terendah lembah sekitar 70 meter.
Flying fox ini menyeberangi lembah, jadi seakan berpindah dari lereng bukit ke bukit di seberang dengan bergantung pada dua utas tali dan pengaman serta helm. Seperti biasa, flying fox dapat dilakukan dengan memilih gaya terlungkup seperti superman sedang terbang, atau gaya duduk biasanya. Tarif karcis flying fox lembah ini hanya Rp 20.000,- tak mahal untuk sekedar menguji keberanian.
Magelang, 2 Maret 2018
Ummi Azzura Wijana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H