Ritual belanja merupakan aktivitas harian atau bulanan kita untuk membeli berbagai kebutuhan hidup. Berbelanja ke minimarket, supermarket atau hipermarket pun saya lakoni.
Ada beberapa hal yang mengganjal yang pernah saya alami:
- Saya merasa tertipu dengan harga beberapa item barang yang tidak sesuai dengan label harga yang tertera. Beberapa supermarket hanya memasang label harga di rak barang.  Biasanya ketidaksesuaan harga label dan harga barang terdapat dalam barang-barang yang dijual dengan label harga yang berada di rak barang. Ketika kita membayar, harga yang ada di struk lebih mahal dari harga yang tertera dalam label. Saya sering merasa tertipu. Maklumlah, kadang saya berganti-ganti supermarket ketika berbelanja dengan harapan mendapatkan harga termurah.
Saya pernah melakukan komplain kepada kasir, tetapi dengan tersenyum manis, kasir selalu menjawab: "Barangnya sudah naik harga, Ibu... ". Saya protes mengapa labelnya belum diganti, tetapi jawabannya selalu bla-bla-bla... Intinya tidak menyelesaikan masalah.
- Dalam struk belanja, ada supermarket yang mencantumkan : pembulatan atau donasi amal. Jika jumlah belanja kita 105.029 rupiah, maka akan dibulatkan menjadi Rp. 105.100. Selama ini, konsumen tidak diberi penjelasan secara transparan penggunaan uang 'donasi amal" yang kita berikan? Jika ada 100 orang yang berbelanja dalam satu hari, dikalikan Rp. 50, dan dikalikan dalam satu bulan, jumlahnya pun tidak sedikit... Kemana uang donasi amal? Entahlah....
Bagaimana dengan supermarket di tempat Anda??
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H