Mohon tunggu...
Sumiarti Haryanto
Sumiarti Haryanto Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik

suka humor, sentimentil, suka membaca apa saja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memahami "Hati Pemerkosa"

8 Mei 2016   23:08 Diperbarui: 9 Mei 2016   11:38 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perkosaan adalah kejahatan kemanusiaan, saya pikir semua orang setuju dan mengutuk tindakan tersebut. Pemerkosa juga harus mendapatkan hukuman berat atas apa yang telah dilakukannya karena telah membuat korban mengalami banyak penderitaan baik secara fisik, mental, bahkan mungkin intelektual. Bahkan, sebagaimana menimpa YY, perkosaan telah melanggar hak hidup seseorang. Perkosaan--siapapun pelakunya, anak-anak atau dewasa, lelaki atau perempuan-- adalah tindakan biadab dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Pandangan saya tersebut tidak berubah namun bertambah perspektif ketika mengenal secara dekat seorang "pemerkosa". Perkenalan yang diawali dengan kejadian menyedihkan yang menimpa beberapa anak di sekitar saya: sodomi dan perkosaan yang dilakukan oleh seorang anak berumur 14 tahun. Korbannya adalah beberapa anak laki-laki dan perempuan usia dini dan SD. Siapapun pasti mengutuk perbuatan tersebut. Raga si pemerkosa sudah babak belur karena banyak warga yang merasa sangat marah atas perbuatannya. 

Karena penasaran, saya ingin mengenal lebih detil sang pemerkosa yang masih berusia remaja. Sungguh menyedihkan, si pelaku ternyata tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang tidak utuh. Ayahnya pergi entah kemana, sementara ibunya tidak henti-hentinya mengutuk sang ayah yang tidak bertanggungjawab dan menumpahkan kemarahann kepada sang anak hampir setiap saat: mengomel, memarahi, mencaci maki, memukul, dan sejenisnya: menganggap sanga nak adalah sumber bencana bagi ibunya dan keluarganya. 

Sungguh menyedihkan! Hati saya bergetar: saya tidak membayangkan bagaimana seorang anak diasuh dengan suasana demikian. Anak-anak sesuai dengan fitrah kemanusiaannya, pastilah membutuhkan pengasuhan penuh kasih sayang agar dia tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang normal, cerdas, dan berbudi. Kadangkala, meskipun orang tua sudah mengasuh dengan baik dan penuh kasih sayang, tidak menutup kemungkinan anak akan terpengaruh pihak luar, baik pergaulan maupun media yang menyebabkannya tidak sepenuhnya memenuhi harapan orang tua.

Kembali ke pelaku perkosaan.... setelah pembicaraan dari hati ke hati, maka sungguh memilukan. Dia merindukan kasih sayang ayah ibunya sebagaimana yang dimpikan semua anak di dunia ini. Namun dia tidak tahu dan tidak dapat merasakan bagaimana rasanya disayang, diperhatikan, dimanjakan, bagaimana mengungkapkan kerinduan kepada ayah ibunya. Akibatnya,  dia merasakan hatinya hampa, kosong dan tidak tahu arah. Bermain dengan teman merupakan satu-satunya tempat berekspresi atas kerinduannya. Hingga suatu saat.. ketika usia awal SD, dia menjadi korban sodomi salah satu kawan yang lebih tua. Tak ada yang tahu dan ingin tahu. Sebagaimana banyak kajian telah dilakukan, maka otaknya pun rusak karena pengalaman pertama yang mengerikan sekaligus menyenangkan. Dia tumbuh dan berkembang dengan perasaan dan keinginan yang merupakan percampuran antara kerinduan kasih sayang, frustasi, balas dendam, kenikmatan dan sebuah sensasi yang aneh. Semua itu diekspresikan dengan pergaulan bebas, minuman keras, obat-obatan dan petualangan seksual menjadi bagian hidupnya sejak awal kanak-kanak.

Sungguh miris karena pelaku perkosaan sekaligus merupakan korban dari keluarganya. Menghukumnya tanpa memberikan konseling yang cukup untuk memulihkan dan menyembuhkan pikiran dan hatinya sama saja dengan membiarkannya menunggu waktu untuk melampiaskannya kembali kepada korban-korban berikutnya. Bahkan, mungkin dia akan lebih lihai dan lebih parah dari sebelumnya. 

Saya setuju pemerkosa dihukum seberat-beratnya, namun mereka juga manusia: mungkin mereka masih bisa memperbaiki diri jika diberi bantuan dan kesempatan: disembuhkan secara sungguh-sungguh. Karena jika hatinya disentuh, mereka mungkin akan mengungkapkan banyak drama dalam kehidupannya. Saya rasa, hal tersebut juga harus menjadi perhatian semua pihak: tidak hanya menyelesaikan aspek legal formalnya,

Wa Allahu a'lam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun