[caption id="attachment_316841" align="aligncenter" width="512" caption="Diskusi Ramadhan Harga Stabil (Dok.Pribadi)"][/caption]
Saat Ramadhan dan lebaran, sudah jadi tradisi dan budaya di Indonesia diikuti oleh kenaikan harga barang yang melambung secara gila-gilaan. Kalau di luar Negeri perayaan natal dan tahun baru diwarnai diskon di Indonesia sebaliknya. Aji mumpung berlaku, mumpung masyarakat lagi “memaksa” diri mau membeli apapun dengan harga berapapun keperluan untuk bulan puasa dan lebaran, maka pedagang menaikan harga untuk mencari untung lebih banyak.
Biasanya hukum ekonomi berlaku dari “makin banyak permintan dan makin sedikit barang maka makin meningkat harga”. Tapi fenomena ini tentu sudah diantisipasi oleh banyak pihak terkait, yaitu pemerintah, salah satunya dengan mengecek ketersediaan pasokan dan stok barang untuk menekan kenaikan harga barang ini yang dalam istilah ekonomi disebut inflasi.
Berkaitan dengan kestabilan harga di bulan Ramadhan dan Lebaran, BI dan Kompasiana pada tanggal 11 Juli 2014 mengadakan diskusi berkaitan dengan kestabilan harga, yaitu bagaimana upaya dan kebijakan pemerintah menekan inflasi. Acara yang diadakan dengan buka puasa bersama ini menghadirkan 4 nara sumber dari BI dan 3 Kementrian terkait langsung dengan masalah inflasi yaitu Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Kordinator Perekonomian dan Kementrian Keuangan.
Dari diskusi ini terungkap kalau inflasi tahun ini rendah dan tidak begitu mengkwatirkan. Banyak orang berpendapat ini karena adanya Pilpres dan Piala Dunia jadi banyak orang teralihkan perhatiannya untuk belanja. Tapi kalau menurut saya sebagai Ibu rumah tangga, berbarengan dengan tahun ajaran baru, membuat para Ibu sebagai “Menteri Keuangan Rumah Tangga” jadi selektif dalam mengeluarkan uang dan membagi prioritas sesuai dengan kebutuhan. Karena tidak hanya kebutuhan lebaran yang harus diperhatikan tapi juga keperluan sekolah.
Secara umum inflasi dapat terjadi antara lain karena:
- Kenaikan harga BBM dan TDL
- Perubahan cuaca dan bencana alam seperti El Nino yang mempengaruhi hasil panen.
- Perubahan pola konsumsi masyarakat karena perayaan, seperti Ramadhan dan Lebaran
Dan dalam diskusi ini diterangkan upaya-upaya pemerintah dalam menekan inflasi antara lain :
- Kordinasi antara pemerintah pusat dan daerah untuk selalu berbagi informasi tentang pasokan atau stok barang tiap daerah. Jadi mana yang surplus bisa di arahakan ke daerah kurang. Ini tugas TPI dan TPID. Karena itu setiap Bupati dan Kepala Daerah harus paham inflasi. Dari sini bahkan ada Kepala daerah yang mensubsidi biaya angkut barang kebutuhan. Memang biaya kirim barang di Indonesia masih tergolong tinggi dan mempengaruhi harga barang. Dan salah satu upaya pemerintah memperbaiki infrastruktur untuk kelancaran ntransportasi.
- Operasi pasar, bisa berupa sidak pasar, pembukaan pasar murah, dan lainnya. Juga termasuk mengecek para agen dan padagang besar, importir dan sejenisnya untuk mengantisipasi penimbunan barang.
- Mengalokasikan subsidi dengan tepat sasaran.
Sebenarnya selain kesimpulan diatas ada lagi beberapa penjelasan terkait kebijakan BI melalui kebijakan Moneter, fiscal, menetukan suku bunga, menjaga kelancaran/stabilitas system keuangan dan sejenisnya. Terus terang terlalu rumit untuk saya tangkap dan cerna yang hanya seorang masyarakat kecil dan ibu rumah tangga biasa.
Bagi seorang Ibu rumah tangga dan masyarakat biasa seperti saya, inflasi atau kenaikan harga kebutuhan memang harus ditangani Pemerintah dengan baik selaku pelindung masyarakat. Tapi sebagai masyarakat yang merasakan langsung tentu juga harus diberi edukasi dengan sederhana dan mudah dipahami.
Dan inilah pengalaman saya pribadi. Setelah menikah dan menjadi “Menteri Keuangan Rumah Tangga” saya jadi tahu dan merasakan bagaimana pusingnya kepala saat mendapati uang yang dianggarkan untuk membeli kebutuhan ternyata tidak cukup karena harga-harga naik. Tapi setelah beberapa waktu saya menyadari, saya sendirilah yang harus mengatur uang tersebut untuk bisa cukup atau tidak, harus bisa membagi uang tersebut untuk cukup membeli semua kebutuhan. Terutama saat Ramadhan hingga lebaran.
Dari berbagai seminar tentang gizi, keuangan dan lain-lain serta pengalaman pribadi dan pengamatan di lingkungan sekitar akhirnya saya bisa menekan masalah “inflasi domestik” keluarga saya. Dan ini beberapa tips yang saya terapkan.
Memperlajari kebiasaan atau pola makan anggota keluarga (suami dan anak). Meski Puasa pada hakikatnya adalah supaya umat muslim tahu bagaimana rasanya orang miskin yang tidak mampu untuk makan 3 kali sehari, tapi kenyataannya banyak orang kalap saat berpuasa. Pengalaman saya pribadi dan pengamatan di lingkungan, awal puasa biasanya banyak orang memasak makanan banyak. Dengan alasan untuk stok saat sahur. Dan “banyak” ini tanpa kira-kira. Memasak daging, sayur dan lain-lain dengan alasan “stok”. Padahal setelah puasa hari kedua dan seterusnya, pola makan biasanya kembali berubah. Seperti bosan dengan menu yang ada dan bosan makanan yang sudah dihangatkan. Bahkan banyak yang memilih hanya makan takjil tanpa makan berat setlah berbuka.
Dari sini saya menyesuaikan belanjaan saya dengan kebiasaan pola makan anggota keluarga. Seperti menyesuaikan jumlah dan menu makan favorit mereka untuk menghindari mubajir dan tetap menjaga gizi mereka. Karena makanan yang dihangatkan beulang karena jumlahnya yang banyak tapi sayang dibuang itu sangat buruk. Jadi saya selalu mengingat “apa favoorit suami dan anak” serta pola makan mereka. Sekian tahun berumah tangga, kita pasti hapal. Edukasi inilah yang harus diberikan pada masyarakat. Karena saya lihat setiap tahun terjadi pola yang sama, mendengar cerita dan curhat Ibu rumah tangga di lingkungan tempat tinggal tentang makanan sisa yang masih numpuk di kulkas dan anggota keluarga sudah tidak ada yang berminat menyentuhnya.
Menyetok makanan dan bahan makanan. Untuk menyetok makanan untuk sahur, pilih makanan yang memang tepat dan bisa untuk distok. Seperti makanan kering (sambel goreng kering tempe, kering kentang dan lain-lain) yang bisa disimpan dalam toples. Dan ini bisa dibuat beberapa hari sebelum puasa. Bahkan kalau membuatnya dengan benar bisa disimpan hingga dua minggu. Biasanya lebaran kita pasti membuat atau membeli kue lebaran, kalau beli, mending pesan jauh-jauh hari pada orang yang kita kenal. Karena bisa negosiasi pembayaran dan harga. Kalau niat membuat sendiri, saya biasa mencicil membeli bahan bahkan 2 bulan sebelum lebaran untuk bahan-bahan yang bisa disimpan lama seperti tepung, mentega dan gula. Jadi saat mendekati lebaran, kita tinggal membeli bahan yang tidak bisa distok lama seperti telur. Karena bukan pedagang, jadi menyetok dengan jumlah yang wajar untk kebutuhan tentu tidak akan dituduh menimbun bukan? :D
Begitu juga untuk baju lebaran. Lebih baik beli jauh-jauh hari saat pedagang masih “baik hati”. Jangankan dekat lebaran, masih puasa hari pertama saja biasanya pedagang sudah menaikan harga. Jadi lebih baik beli sebelum lebaran, sebelum pedagang “memanfaatkan” kita. “Berapapun harganya mereka tetap akan membeli, jadi tidak masalah dinaikan sesukanya” itulah prinsip pedagang saat Ramadhan dan menjelang lebaran. Mengharap diskon di Departement Store? Duh…jangan tertipu dengan diskon ya :D
Rencanakan mudik jauh-jauh hari dengan seksama. Sekarang banyak mudik gratis, tidak ada salahnya kita melirik alternative ini. Kalau jalur mudik kita tidak ada gratisan, maka pesan tiket jauh-jauh hari adalah cara terbaik. Jaman digital, sudah sangat mudah berburu tiket murah. Tinggal ambil gadget dan cek harga 2-6 bulan sebelum lebaran.
Terkahir, atur “bawaan mudik” dengan baik. terkadang untuk terlihat sebagai anak berbakti kita membawa banyak makanan, kue lebaran untuk oleh-oleh. Padahal terkadang sangat mubajiir karena keluarga di kampung juga sudah siap. Jadi kordinasikan apa saja yang dibutuhkan oleh orang tua, keluarga di kampung apa saja yang mereka butuhkan dan belum punya supaya tepat guna.
Ini semua sudah saya terapkan sekitar 4 tahun belakangan dan bisa menekan “inflasi domestic” keluarga kecil saya. Karena kalau tidak, bisa-bisa setelah lebaran saya akan seperti “Bangkrut”. Dan ini pernah saya ajarkan pada beberapa tetangga dan keluarga. Dan saya berharap BI dan jajaran Instansi terkait juga bisa secara aktif memberikan edukasi yang “ramah masyarakat” dalam artian mudah dan tidak rumit untuk dipahami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H