"Aku lelah, aku capek, aku benciiiiiii, benci semua ini!". Teriak Keyla.
Gerimis malam ini seperti menertawakan Keyla. Tak sedikitpun mampu membawa ketenangan padanya. Padahal dulu gerimis dan hujan selalu membawa Keyla pada sosok Erfan yang ia kagumi. Tidak kali ini gerimis seperti menertawakan dirinya. Teriak sekenceng apapun Keyla tak mampu datangkan seseorang yang ia rindu.
Tak biasanya Erfan begini, dalam keadaan apapun ia selalu menghubungi Keyla.
"Fan, megapa kau tega biarkan aku menunggumu, rindu ini menyiksaku faaan," rengek Keyla. Pikiran Keyla melayang dan mengembara entah kemana. Tatapannya kosong dan butiran bening itu menetes dari sudut matanya. Semakin malam semakin larut dan gerimispun masih saja tunjukkan rinainya yang dingin.
Sejak pertemuanya dengan sosok laki-laki yang sudah sejak bertengger lama dalam hatinya, Keyla merasa menemukan jiwanya yang hilang. Ya... Erfan, Â satu nama entah sekian purnama ia rindukan. Pertemuan tiga bulan yang lalu membuat Keyla begitu merasa diri Erfan adalah benar-benar sosok yang bisa buatnya bahagia. Singkat namun begitu bermakna. Bak hujan yang turun di tengah kemarau nan tandus. Hujan mampu menyegarkan dan menumbuhkan benih-benih yang sudah hadir sejak dulu kala.
Sekian puluh tahun mereka pernah bersama  dan menjadi sandaran ternyaman. Masih segar dalam ingatan saat pertama kali bertemu. Rona bahagia terpancar disana. Seiring berjalannya waktu benih-benih itu mulai tumbuh bersemi. Apapun yang di rasakan selalu ada tawa menyertainya. Tak ingin semua berlalu. Pertemuan itu kesempatan buat Keyla dan Erfan ungkapkan semuanya. Secangkir kopi hitam menjadi saksi kisah dua insan yang saling merindu.
Baru kali ini mereka benar-benar bisa memandang satu sama lain  dengan penuh rasa cinta. Hati tak bisa dibohongi. Tatapan mata itu menenggelamkan semuanya dan memberikan isyarat tentang keduanya. Bahagia itu sederhana, bisa bercerita tertawa bersama dan habiskan kopi hitam secangkir berdua.
"Fan, ini bener kamu kan?" Seolah tak percaya Keyla memandang dan memanggil Erfan dengan penuh tanda tanya.
Hae ... iya Key. Ini aku, aku datang untukmu, untuk rasa kita.
Sepontan pelukan menyatukan mereka. Aroma  harumnya  seduhan kopi membawa mereka  bersama alunan nada rindu yang bergelayut manja di lengan kokoh berlapis kasih. Butiran bening itu menetes hangat di pipi Keyla. Keyla terharu. Ini nyata ini bukan mimpi.
"Kenapa kau menangis Key?" Tanya Erfan dengan perlahn menghapus butiran bening itu.