A. Latar Belakang
Sekolah bisa diibaratkan sebagai lahan tempat persemaian benih-benih  tanaman. Agar tanaman tersebut bisa berkembang dengan baik, maka perlu lahan yang subur juga banyak air dan mendapatkan sinar matahari yang cukup, sebagaimana disebutkan oleh Ki Hajar Dewantara (KHD) dalam salah satu tulisannya tentang filosofi petani kehidupan: "Mengenai perlu tidaknya tuntunan dalam kehidupan  manusia, sama artinya dengan soal perlu tidaknya pemeliharaan pada tumbuhkembangnya tanaman. Misalnya, kalau sebutir jagung yang tidak ada pemeliharaan, sedangkan keadaan tanahnya tidak baik, atau tempat jatuhnya biji jagung itu tidak mendapat sinar matahari atau kekurangan air, maka biji jagung itu (walaupun dasarnya baik), tidak akan dapat tumbuh baik karena pengaruh keadaan. Sebaliknya kalau sebutir jagung tidak baik dasarnya, akan tetapi ditanam dengan pemeliharaan yang sebaik-baiknya oleh bapak tani, maka biji itu akan dapat tumbuh lebih baik daripada biji lainnya yang juga tidak baik dasarnya." (Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937 ).
Dari pernyataan tersebut, agar sekolah bisa menjadi tempat tumbuhkembang murid, harus didukung dengan sarana dan prasarana yang memungkinkan mereka dapat mengembangkan kekuatan kodratnya  masing-masing sehingga bisa mencapai keselamatan dan  kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat.
SD Negeri 3 Winong terletak di Dusun Winong Lor salah satu dusun yang terpisah oleh Jalan Raya By Pass Cirebon-Indramayu dari pemukiman mayoritas penduduk Desa Winong. Alhasil input murid sekolah ini hanya dari penduduk yang tinggal di dusun tersebut, sehingga jumlah muridnya sedikit. Hal ini tentu saja mempengaruhi jumlah dana BOS yang pada ahirnya juga mempengaruhi pemenuhan sarana dan prasarananya.
Dengan segala keterbatasannya, sekolah ini tentu saja bukan merupakan lahan yang baik untuk tumbuhnya benih tanaman, akan tetapi sekolah tetap harus menjalankan tugasnya sebagai tempat persemaian benih-benih kehidupan, sehingga pendidik sebagai petaninya harus berupaya semaksimal mungkin agar murid yang dianalogikan sebagai benih tanaman tetap tumbuh dan berkembang sesuai kodratnya.
Tahun 2023 Capaian Raport Pendidikan SD Negeri 3 winong menunjukkan kemampuan literasi menjadi indikator dengan pencapaian terendah dan paling perlu ditingkatkan.  Salah satunya disebabkan oleh rendahnya kompetensi membaca teks sastra. Presentase peserta didik  yang mencapai  kompetensi minimum berdasarkan kemampuan dalam memahami, menggunakan, merefleksi dan mengevaluasi beragam jenis teks kurang dari 30 %. Â
Dari capaian Raport Pendidikan tersebut, prioritas dalam  PBD di SD Negeri 3 Winong adalah pelaksanaan kegiatan pengembangan minat baca peserta didik terutama pada buku-buku teks sastra.  Untuk itu, sekolah harus memperbaiki hal tersebut melalui peningkatan kompetensi guru  terkait literasi dan kebijakan yang menunjang  kompetensi membaca teks sastra oleh murid. Diantaranya melalui pemanfaatan perpustakaan.  Akan tetapi kebijakan ini terhambat mengingat  di sekolah belum tersedia sarana perpustakaan maupun prasarana berupa buku-buku sastra yang  memadai.
Sementara itu, bullying antar kelas menjadi kasus yang paling sering ditemui.  Mulai dari pengambilan alat-alat tulis secara paksa, bullying verbal  sampai dengan kekerasan fisik yang dilakukan oleh kakak-kakak kelas kepada adik-adik kelasnya.  Kondisi kebinekaan sekolah pada raport Pendidkan tahun 2023 juga masih lebih rendah dari capaian yang diharapkan. Hal inilah yang melatarbelakangi  ide untuk  membuat program meningkatkan literasi sekaligus menurunkan angka bullying di sekolah.
Untuk menindaklanjuti capaian raport pendidikan  tahun 2023, kami kemudian melakukan identifikasi, refleksi dan benahi sesuai rekomendasi  perencanaan berbasis data pada raport pendidikan kami. Dari hasil diskusi dengan semua warga sekolah, kami kemudian memutuskan bahwa prioritas yang harus dibenahi adalah kemampuan literasi murid. Yang menjadi akar masalah dari rendahnya kompetensi literasi murid adalah tidak adanya perpustakaan dan kurangnya buku-buku teks sastra. Kondisi ini menyebabkan rendahnya minat baca murid-murid di SD Negeri 3 Winong.  Â
Sementara itu, pada indikator kebhinekaan, akar masalahnya berasal dari pengalaman perundungan atau bullying sebagaimana sudah disebutkan dalam pendahuluan, sehingga kami berkomitmen untuk membuat program yang bisa meningkatkan kecakapan literasi murid sekaligus juga mencegah terjadinya perundungan.
B. Aksi
Untuk membenahi kondisi tersebut, maka kami melakukan aksi-aksi sebagai berikut :Â
1. Mobil baca
Aksi yang pertama kami lakukan adalah menghubungi Perpustakaan Daerah Kabupaten Cirebon untuk mendatangkan mobil baca dan mendapatkan hibah buku-buku cerita anak. Aksi ini dimaksudkan untuk menumbuhkan minat baca anak.
2. Perpustakaan darurat
Aksi yang kedua adalah membuat perpustakaan darurat di ruang kepala sekolah. Aksi ini bertujuan untuk memfasilitasi minat baca murid-murid yang sudah mulai tumbuh. Karena mobil baca tidak tiap hari bisa datang ke sekolah. Dengan bantuan perpustakaan daerah yang menghibahkan buku-buku cerita untuk anak SD, maka koleksi buku menjadi semakin banyak. Murid-murid tertarik untuk membaca di ruangan kepala sekolah pada saat jam istirahat atau menunggu jam pelajaran di kelasnya. Pilihan bacaan menjadi semakin beragam ketika sekolah mendapatkan bantuan 200 ekslempar buku bacaan bermutu dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan  Teknologi.