Motivasi Intrinsik adalah dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang dalam melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Seorang murid yang belajar dengan tekun karena kemauan pribadinya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan atau untuk mengembangkan potensi dirinya sebagai bekal kehidupanya di dalam masyarakat adalah contoh tindakan yang didasari motivasi intrinsik. Perbuatan yang didorong oleh motivasi intrinsik akan cenderung menjadi perilaku yang menetap.
Terkait dengan motiivasi intrinsik dalam dunia pendidikan, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan itu hanya "tuntunan" di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Artinya, bahwa hidup tumbuhnya anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak kita kaum pendidik.
Anak-anak itu sebagai makhluk, manusia, dan benda hidup, sehingga mereka hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Kekuatan kodrat yang ada pada anak- anak itu tiada lain ialah segala kekuatan yang ada dalam hidup batin dan hidup lahir dari anak-anak itu karena kekuasaan kodrat. (Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des1936., Jan, Febr. 1937).
Kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itulah yang menjadi motivasi intrinsik anak-anak tersebut untuk tumbuh dan berkembang, sehingga tercapai tujuan yakni agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Sekolah sebagai tempat pendidikan harus menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan kodrat keadaan murid-murid tersebut. Memahami kodrat anak sebagai motivasi intrinsik belajar mereka, berarti sekolah harus menyelenggarakan pendidikan yang berupaya memenuhi tumbuh kembang anak, mengakomodir perbedaan individual anak dan memandang anak dengan rasa hormat. Ki Hajar Dewantara menyebutnya sebagai “menghamba pada anak”.
Anak-anak bukan seperti kertas kosong yang dapat kita tulis sekehendak kita. Mereka secara kodrati memiliki bakat dan minat yang berbeda sehingga kita wajib menghargai perbedaan tersebut tanpa harus menyeragamkan dengan ukuran tertentu yang pada akhirnya melabeli mereka dengan istilah murid pintar atau murid bodoh.
Bermain juga merupakan kodrat anak, karena aktivitas bermain merupakan bagian dari dinamika belajar terpadu yang ada pada setiap tahap tumbuh kembang anak. Implementasinya di sekolah dapat diwujudkan dalam bentuk penyelenggaraan KBM yang menyenangkan sehingga proses belajar dapat benar-benar atas kesadarannya sendiri dan merdeka atas pilihannya.
Untuk itu, guru tidak hanya sekedar mentransfer pengetahuan dan mendikte anak-anak atas kehendak pribadi, melainkan juga harus menjadi pendengar yang baik untuk mengetahui kebutuhan anak. Sekolah juga bisa memfasilitasi anak agar mampu mengenali potensinya, karena bakat anak bisa tumbuh ketika anak sudah memiliki minat dan mau berlatih untuk mengasah ketrampilannya..
Ketika sekolah tak lagi menakutkan dengan berbagai aturan yang mengikatnya, anak bisa merasa nyaman dan aman di sekolahnya maka murid akan menjadi manusia yang merdeka dengan tetap memelihara ketertiban dan dan kedamaian di tengah masyarakat. Profil pelajar pancasila yang kita cita-citakan bukan lagi menjadi hal yang mustahil. Pelajar dengan karakter beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berahlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kebinekaan global, bergotong royong, dan kreatif dapat terwujud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H