Mohon tunggu...
Sumaenah Angmen
Sumaenah Angmen Mohon Tunggu... Guru - Guru SMPN 3 Gegesik Kabupaten Cirebon

Pembelajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sintesis Materi: Refleksi Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara

29 Oktober 2020   15:06 Diperbarui: 30 Oktober 2020   11:56 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebelum saya mempelajari pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara, saya mempercayai bahwa pembelajaran bertujuan untuk membantu anak mencapai tujuan belajarnya. 

Ketercapaian tersebut dilihat dari nilai mereka setelah dilakukan serangkaian asesmen atau evaluasi. Anak yang nilainya kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dianggap belum mencapai tujuan belajarnya dan dianggap gagal. Oleh karena itu dia harus mengukuti remedial untuk mengejar ketertinggalannya.  

Sementara anak yang nilainya diatas KKM dianggap layak untuk mempelajari materi berikutnya. Angka-angka hasil Evaluasi dianggap sebagai patokan atau tolok ukur untuk standarisasi atau penyeragaman dalam menentukan keberhasilan anak dalam Proses Belajar Mengajar (PBM). 

Alhasil, PBM dilaksanakan sebagai alat untuk mencapai target kurikulum sesuai Kompetensi Dasar  (KD) yang terdapat dalam silabus tiap mata pelajaran dalam tiap jenjang kelas.

Student centre  atau pembelajaran yang berpusat pada anak, dimaknai sebagai penggunaan strategi  belajar mengajar yang menuntut aktivitas anak dalam PBM dengan mengadopsi kecakapan abad 21, Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dan kegiatan yang bermuatan Higher Orther Thingking Skill (HOTS) untuk semua anak, lagi-lagi tanpa melihat latar belakang anak dan perbedaan individual pada masing-masing anak tersebut.  

Sehingga bukan tidak mungkin, hasil dari pembelajaran tersebut hanya mengembangkan anak-anak yang memang dasarnya pandai,dengan latar belakang keluarga yang  terbiasa mengemukakan pendapat dan memiliki sarana belajar yang memadai. 

Sebaliknya pada anak-anak yang memiliki dasar pengetahuan yang rendah dan tidak percaya  diri akan membuat mereka semakin pasif dan hanya mengandalkan anggota kelompok yang menonjol pada saat kegiatan belajar sedang berlangsung. Kondisi ini jelas mempengaruhi pemahaman mereka tentang materi pembelajaran yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi hasil belajar mereka. 

Adanya tenggat waktu dalam pengumpulan tugas, dianggap sebagai upaya untuk melatih disiplin anak sehingga akan ada sanksi bagi yang mengumpulkan tugasnya tidak tepat waktu. Kegagalan dalam menambah pengetahuan dianggap sebagai kesalahan yang mempengaruhi  guru dalam memandang siswanya. 

Lalu munculah dikotomi siswa yang pandai dan siswa yang tidak pandai. Semua itu menghasilkan kegiatan belajar yang mengikat anak pada banyak aturan dan cenderung tidak menyenangkan.  Bahkan kegiatan Ice Breaking yang berisi permainan hanya dilakukan untuk membangkitkan motivasi belajar anak di awal pembelajaran saja. 

Setelah saya mempelajari pemikiran-pemikiran KHD, saya menyadari bahwa paradigma saya tentang pembelajaran seperti diatas adalah salah dan harus dirubah.  Hal terpenting dari pemikiran KHD adalah bahwa pendidikan harus memerdekakan. 

Pendidikan harus mengedepankan proses yang berupaya mengkreasi anak-anak yang mampu berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain dan dapat mengatur dirinya sendiri. Guru selayaknya petani kehidupan, hanya bisa menuntun untuk tumbuh kembangnya benih sesuai kodrat benih tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun