Mohon tunggu...
Sumadi JO
Sumadi JO Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kartu Merah HTI

23 Agustus 2017   14:29 Diperbarui: 23 Agustus 2017   16:54 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KARTU MERAH HTI

#SumadiDarussalamCiamis

Ibarat seorang pemain sepakbola yang membahayakan pemain lain dan dianggap bermain di luar aturan dalam sportifitas olah raga sepakbola Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mendapat kartu merah dari wasit yaitu pemerintah. HTI secara lisan telah dibubarkan oleh pemerintah. Tanpa kompromi pada suasana perhelatan Pilkada Jakarta dan pengadilan kasus Ahok. Sejumlah alasan yang disampaikan oleh pemerintah melalui Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto (8/5/17), di antaranya berdasar pada pertama, HTI dianggap sebagai ormas yang memiliki badan hukum, HTI tidak melakukan peran positif untuk mengampil posisi dalam proses pembangunan untuk mencapai tujuan nasional; kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Ormas. Ketiga, aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.

Alasan yang pertama yang diajukan pemerintah tentu akan sangat mudah dipatahkan. Sebab Ormas yang berbadan hukum jumlahnya sangat banyak di Indonesia. Jika dievaluasi, maka hasilnya pasti kecenderungannya sangat banyak ormas yang tidak menujukkan kegiatan dan program yang tidak membangun visi nasional bangsa secara nyata. HTI sesuai pengakuannya adalah Ormas Dakwah yang telah melakukan kegiatannya Dakwah kepada umat Islam Indonesia dengan berbagai kiprah dan aktifitasnya. Bahkan bagi HTI Dakwah yang selama ini mereka lakukan dianggap tertib dan damai sehingga pengikutnya banyak. Kampus, sekolah, pegawai pemerintah/PNS, pensiunan TNI POLRI, dan sebagainya telah menjadi bagian dari pengikut dan sasaran dakwahnya. Sulit secara argumentatif dan empiris jika HTI tidak berkiprah di wilayah Indonesia.

Untuk alasan yang kedua dan ketiga bahwa HTI aktivitas dan program yang dilakukan organisasinya dianggap bertentangan dengan Indonesia sebagai bangsa dan negara secara identitas, ideologi, dan azas NKRI. Pandangan ini didasarkan pada konsep khilafah dan syari'ah yang didasarkan HTI. Konsep pemerintahan khilafah dengan otoritas politik pemerintahan tunggal di dunia  yang dianggap sebagai solusi untuk perubahan di Indonesia menuju masyarakat yang adil dan makmur. Khilafah dengan syariah Islam sebagai landasannya dianggap sebagai kunci untuk memenangkan umat Islam dunia dan Indonesia dari berbagai macam kepentingan dan ideologi yang bertarung di dunia. Dalam konteks ini pemerintah menganggap bahwa HTI membahayakan identitas dan kelembagaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasar pancasila dengan menempatkan keragaman sebagai dasarnya. Tawaran Khilafah adalah membentuk sistem kenegaraan dunia dari demokrasi menjadi teokrasi. Ini poin penting yang menjadi ganjalan melebur dengan NKRI.

Impian Khilafah

Bagi HTI format khilafah adalah sebuah bentuk pemerintahan yang ideal untuk sebuah masyarakat yang maju dan sejahtera bagi umat Islam. Latarbelakangnya merujuk pada masa khulafaur rosyidun sebagai pemerintahan yang dianggap berkeadilan sosial. Sebagai sebuah ekspresi kritis atas sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia belum mencapai keadilan dan kesejahteraan, prinsip khlilafah dapat menjadi sebuah renungan. Berbagai kelemahan sistem demokrasi di Indonesia memberi ruang subur tumbuh kembangnya model khilafah.Tetapi secara empiris jika tidak mustahil, sulit untuk diterapkan di Indonesia.

Terdapat sejumlah alasan sulitya menerapkan sistem khilafah, di antaranya; pertama, konsep khilafah saat ini tidak menemukan best practicenya secara empiris. Negara mana atau belahan dunia mana yang menerapkan sistem khilafah dan berhasil. Atau negara-negara mana yang mau tergabung dalam format khilafah. Di dunia modern saat ini pengalaman empiris menjadi bahan dominan pertimbangan masyarakat untuk menerima sebuah pilihan. Kedua, negara-negara di dunia modern telah terformat dalam bentuk nation state. Negara-negara yang memiliki kedaulatan dan kemandirian kekuasaan yang tidak dapat lagi disatukan dalam bingkai khilafah. Ketiga, tingkat pendidikan dan mulkultur masyarakat Islam yang tinggi menjadikan Islam tidak dapat tercermin dalam simbol dan ikatan tunggal. Dampaknya substansi ajaran Islam yang tercermin dalam kehidupan nyata dan kompatibel dengan perkembangan jaman lebih menjadi pilihan keberagamaan. Belum lagi umat Islam di dunia yang telah berkembang dalam ribuan kelompok, madzhab, dan keyakinan yang sulit untuk bersatu. Dalam konteks ini maka ide khilafah adalah sebuah impian yang sulit menjadi nyata.

Membubarkan Bermartabat

Sulit rasanya pemerintah mencabut pernyataannya membubarkan HTI. Seperti ingin membuat sebuah keseimbangan hampir berbarengan antara vonis pada Ahok dan pengumuman lisan pembubaran HTI. Dinamika yang dilakukan oleh pemerintah tentu akan berdampak politik. Telah tersebar pesan yang menempatkan pemerintah saat ini sebagai tidak menyukai ormas Islam. Sebab HTI yang sebuah ormas Islam telah bertahun-tahun hidup dan beraktivitas tiba-tiba dibubarkan.

Banyak asumsi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Pembubaran HTI dikesankan kuat pada peran besarnya sebagai kelompok yang dianggap radikal yang telah berperan dalam memenangkankan Pilkada Jakarta yang akan berdampak pada politik nasional secara masif. Sehingga akan terbentuk politik identitas yang dapat membahayakan keragaman dan kebinekaan. Tetapi salah satu bukti empiris menujukkan bahwa kemenangan Anis Sandi atas Ahok Djarot banyak variabelnya. Memang tidak memungkiri ada faktor variabel agama (konservatisme) yang menguat. Tetapi faktor lain seperti kepribadian, cara berkomunikasi, dan kualitas keramahan juga menjadi faktor lain kemenangan Anis Sandi. Hasil survei Asosiasi Riset Opini Publik (AROPI) menyatakan hasil Pilgub DKI tak ada hubungannya dengan Islam radikal. Survei dilakukan selama April sampai awal Mei 2017 pada 440 responden dengan metode standart multistage random sampling dengan margin error 4,8 persen. Hanya 9.80 persen saja yang menginginkan negara Islam, sisa nya 82.70 persen tidak menyetujui negara Islam diterapkan di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun