Mohon tunggu...
Sumadi Arsyah
Sumadi Arsyah Mohon Tunggu... Petani -

“Hal Jaza ul Ihsan Illa al-Ihsan, tidak ada balasan dari suatu kebaikan kecuali kebaikan itu pula".

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

UU Desa: Rahmat Bukan Laknat

17 April 2015   18:51 Diperbarui: 20 September 2015   08:54 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes & PDTT) harus mengkaji ulang penerapan UU No. 6/2014 tentang Desa di Aceh. Karena, "kalau kita mengacu pada UU 44/1999 dan UU 11/2006 maka UU yang baru tidak secara mutlak berlaku di Aceh".

Karena penerapan UU Desa No. 6 Tahun 2014 tentang Desa di Aceh, "berbenturan dengan produk hukum yang mengatur tentang adat, gampong dan mukim sebagai turunan dari UU 44/1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh dan UU 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh".

Jika dipaksakan penerapannya, bisa-bisa akan menimbulkan implikasi dalam tatanan kehidupan rakyat Aceh, terutama tentang hubungan kelembagaan antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota dengan Gampong dan Mukim.

Dalam upaya mengantisipasi "kepunahan Mukim di Aceh" dan terjadinya potensi disharmoni hubungan masyarakat dengan kelembagaan Mukim-Gampong. Pemerintah Aceh harus sesegara mungkin membentuk aturan pelaksana atas implementasi  UU Desa yang baru (UU Desa No. 6 Tahun 2014 tentang Desa) baik dalam bentuk Qanun atau Peraturan Gubernur dalam rangka singkronisasi dan harmonisasi dengan ketentuan UU 44/1999 dan UU 11/2006.

Terkait implikasi UU Desa terhadap hubungan kelembagaan Mukim-Gampong khususnya, maka dalam melakukan Sosialisasi UU Desa, tidak dilakukan secara terpisah dengan sosialisasi aturan terkait adat, gampong dan mukim supaya masyarakat dapat menerimanya secara komprehensif.

Terkait dengan rekrutmen tenaga pendampingan dan pemberdayaan Desa, yang direncanakan akan direkrut pada awal Mei 2015. Untuk daerah-daerah yang memiliki keistimewaan seperti Aceh harus benar-benar selektif. Agar kehadiran mereka ditengah-tengah masyarakat Aceh dapat meningkatkan harmoni dalam mendorong kemandirian ekonomi rakyat, merawat perdamaian dan pembangunan berkelanjutan di Aceh.

Semoga dengan UU Desa yang baru, Desa sebagai ujung tombak pemerintahan terbawah yang memiliki otonomi dalam mengatur pembangunan untuk mensejahterakan rakyatnya menjadi rahmat bukan "malapetaka".[*]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun