Mohon tunggu...
Jimmy Pontoh
Jimmy Pontoh Mohon Tunggu... -

...just a person who learns to restart from the small things to chase his dream.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah Negeri para Jahanam

10 Juni 2013   05:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:16 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Namaku Rakyat marga ku Miskin, warga negeri para jahanam.
Bekerja maksimum untuk upah minimum

Ditemani istri yang setia, namanya Derita.
Ya kami Rakyat Miskin menDerita.

Suaranya adalah suaraku, tak bisa didengar apalagi dilihat,
hanya bisa dirasa oleh nurani yang bersih.
Setiap pagi ku basuh muka dengan air mata.
Menyegarkan jiwa untuk hari yang hampa.

Atas nama cinta, kami sehidup semati,
setengah hidup setengah mati.

Oh ya, saya punya dua anak,
mereka sangat "mungil" dan "lemah lembut" karena biasa menahan lapar.

Nama mereka sungguh indah,
sering kupanggil menahan isak, hai "Busung!" hai "Sekar!"

Duhai sobat, siapakah tak kenal mereka...
Si Busung lapar dan Sekarat? kemanapun selalu bersama.
Hidup di keluarga yang hampir cukup.
Kemarin upahku hampir cukup beli beras…

Hari ini hampir cukup beli obat…
Maklum di negeri ini,
aku dilarang sakit...kecuali sakit hati.
Ah..semoga besok masih cukup untuk hidup.

Konon, dahulu, negeri kami bagaikan dalam mimpi.
Daratan dan lautan adalah rumah yang kaya dan berlimpah.

Lalu datanglah tuan Pram, pengusaha kaya yang katanya dermawan
Menebar parasit di manapun ia suka.

Lautan, daratan, kota dan desa dijarah habis-habisan atas nama pembangunan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun