Bismillahirrahmanirrahim [caption id="attachment_2859" align="alignleft" width="150" caption="tribunnews.com"] [/caption] Saat ini sedang santernya pemberitaan media tentang penolakan sebagian masyarakat Jakarta Selatan, khususnya Kelurahan Lenteng Agung. Pasalnya, Pak Joko selaku Gubernur DKI Jakarta menempatkan seorang lurah beragama non Muslim, Susan Jasmine Zulkifli (43 tahun). Sebenarnya bukan hanya Susan, Grace Tiaramudi (45 tahun) yang juga non Muslim ditempatkan sebagai Lurah Pejaten Timur, dalam lelang jabatan akhir Juni lalu. Susan mengawali karier sebagai seorang staf di BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional). Barangkali karena prestasinya biasa saja, selama 22 tahun posisinya masih pada tingkatan bawahan. Hingga akhirnya dia pindah ke Kelurahan Senen. Di Senen, dia menjabat Kepala Seksi (Kasi) Prasarana dan Sarana Kelurahan Senen, Jakarta Pusat. Lalu, saat ada lelang jabatan Pemprov DKI Jakarta, Susan pun ikut. Ibu satu anak ini kemudian dipilih sebagai lurah Lenteng Agung. Lelang jabatan sendiri merupakan terobosan baru pasangan Jokowi – Ahok yang mengusung tagline “Jakarta Baru”. Ini merupakan langkah potong kompas untuk memilih sekaligus menempatkan orang-orang yang dinilainya ‘layak’ untuk memimpin kelurahan atau kecamatan. Jenjang karier kepemimpinan yang dibekali sejak di IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) sepertinya menapak jalan buntu jika memproyeksikan karier di Pemprov DKI Jakarta. Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Grace Tiaramudi dan Susan Jasmine Zulkifli, bahkan Rudi FX (menjadi Walikota Solo setelah ditinggal Pak Joko) adalah rencana yang sudah digariskan dari-Nya, bahkan sebelum diciptakannya jagat semesta ini. Semua tertulis detil, tak ada yang terlupa dan tertinggal. “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" - Al An’am: 59 - Opsi yang dapat dipilih masyarakat (misalnya di wilayah Lenteng Agung) secara umum dapat dikategorisasikan dalam dua hal. PERTAMA, terus melakukan aksi demonstrasi sembari memberi pesan kepada Pak Joko agar memutasi lurah tersebut, juga meminta dengan penuh kesadaran lurah sendiri untuk meminta dimutasi. Agar lebih masif, bisa juga dengan membuat Petisi Online. KEDUA, kiranya tak perlu melakukan demonstrasi. Terimalah sebagai kenyataan bahwa giliran mereka sedang berperan. Dan sebagai bagian dari warga masyarakat, saya cenderung untuk pilihan yang kedua ini. Inilah pilihan yang realistis. Dan itu bisa dijadikan contoh pembelajaran. Bahwa memilih pemimpin akan memiliki konsekuensi tertentu. Masih ada kesempatan di masa mendatang, misalnya dalam Pemilu dan Pilpres 2014, serta pemilihan kepala daerah lainnya. Dengan catatan, itupun jika parpol yang bernafaskan Islam bersedia untuk berubah untuk memperhatikan seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya untuk kepentingan golongan di partai dan keluarganya. Lazimnya, aqidah pemimpin sama dengan rakyat / masyarakat yang dipimpinnya. Hal ini lumrah terjadidi banyak negara, istilahnya common sense. Bahkan negara dedengkot demokrasi seperti USA juga menerapkan hal serupa. Tentu warga USA ingin dipimpin oleh orang yang seiman dengan agama mereka. Tujuannya agar tidak menimbulkan gesekan yang semestinya dapat dihindari. Perihal halal - haram dalam memilih pemimpin non Muslim di negara mayoritas Muslim, saya serahkan kepada para ulama dan ustadz yang masih lurus aqidahnya. Yang jelas, prinsip kaidah fiqh kira-kira adalah memilih yang lebih bermanfaat, atau memilih yang mudharatnya paling kecil. Akar kata ISLAM adalah DAMAI. Perdamaianlah yang senantiasa dikedepankan, meskipun dalam catatan sejarah selalu saja ada yang berusaha mempropaganda baik secara institusi maupun kebijakan. Saya sendiri masih menduga Jokowi - Ahok akan memberikan "KEJUTAN" lainnya nanti (Persis seperti diucapkan pagi hari saat Pilgub DKI Jakarta). Boleh jadi inilah wajah JAKARTA BARU yang banyak kalangan menilai ke arah TATANAN DUNIA BARU. Arah penggiringan media demikian kuat menempatkan Pak Joko sebagai capres 2014 terpopuler. Beliau memang digadang-gadang bersanding dengan Dahlan Iskan. Duh, jangan begitulah Pak Joko. Kemarin Solo ditinggal. Mosok Jakarta mau ditinggal juga. Sekilas memang Pak Joko sosok pemimpin yang unik dibanding kebanyakan. Misalnya gaya khas blusukan, masuk gorong-gorong (meskipun belum terlihat hasilnya). Beliau lahir dari rahim PDIP (Partai urutan kedua dalam kasus korupsi berdasarkan data Sekkab), dan dibesarkan media. Barangkali Pembaca ingin membaca kembali bagaimana kebijakan Megawati ketika menjadi presiden. Diantaranya penerbitan SKL (Surat Keterangan Lunas) terkait kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang merugikan negara hingga Rp 138 triliun. “… Dan masa kejayaan dan kehancuran itu Kami pergilirkan diantara manusia agar mereka mendapat pelajaran…”. - QS. Ali-Imran: 140 – Semoga parpol yang bernafaskan Islam mendapat pelajaran... [Sulung Nofrianto] http://aisyahnurwahidah.com/bagaimana-jika-pemimpin-anda-non-muslim.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H