Oleh : Sultanucoksulaimandongoran
Sedikit manusia yang menggunakan hati ketika menyikapi sebuah kehidupan. Tidak cukup di kehidupan, manusia pun terkadang lupa akan hatinya sendiri, karena terlalu sibuk memikirkan hal duniawi serta melupakan hal-hal surgawi.
Hati adalah perihal psikologi yang paling terpenting dalam diri hamba Allah SWT. Allah SWT memberikan hati terhadap semua hambanya di dunia ini tanpa terkecuali. Dari sinilah muncul sebuah mental dan pola pikir dari setiap individu manusia. Ada yang berhati yang baik, adapun yang buruk. Hati pun tidak hanya mempunyai satu arti. Banyak cendekiawan yang memberi pengertian atau definisi tentang “Hati”.
Hati pun memiliki sifat yang berbeda-beda, tergantung pada individual manusia yang dapat mengatur hatinya tersebut. Tetapi Allah SWT memberikan sebuah naluri hati yang terbaik, yang bisa membawa hambanya ke arah mental dan pola pikir yang jernih, sehingga manusia dapat menyikapi kehidupan dengan arah yang benar dan tentu berdasarkan ajaran Islam. Akan tetapi, dalam memberikan naluri yang baik kepada hambanya, Allah SWT mencoba kita untuk terus berlatih, belajar dan menjadi lebih baik dari setiap lika-liku kehidupan yang kita jalani dengan naluri hati yang diberi oleh Ilahi Robbi.
Islam pun mengeluarkan arti tersendiri tentang “hati”. Pada dasarnya Islam memaknai hati dari sebuah jenis hati, yaitu hati kecil atau sering didengar “Dhomir”. Dari hati kecil tersebut, manusia bisa lebih dalam memaknai arti “hati”. Karena hati kecil manusia bisa membawa kepada kebaikan tanpa harus terseret ombak keburukan. Tidak banyak yang tahu tentang hati kecil itu, karena ia terletak di dasar hati yang terdalam. Ia adalah penyuruh dan pelarang, penyuruh kepada kebaikan dan pelarang kepada keburukan.
Sebagai manusia biasa, kita banyak melakukan sebuah keputusan. Ketika kita hendak melakukan suatu keputusan, maka ada sesuatu yang menyerupai suara yang terletak di dalam hati kita. Itulah “Dhomir”, ia pasti berbicara kepada kita, agar memutuskan sebuah kebaikan, dan melarang keras berbuat keburukan. Ketika sang hamba sudah satu suara dengan dhomir-nya, yaitu suara baik, maka ia akan merasa ketagihan atau berkelanjutan ingin berbuat baik untuk dia maupun orang lain. Lain hal-nya dengan yang bertentangan dengan hati kecil-nya. Maka sang hati kecil dengan tegas melarang hamba tersebut untuk berbuat buruk dan meluruskannya ke jalan yang benar.
Dhomir tersebut tidak hanya terletak dihati manusia. Sesosok hewan pun mempunyai hati kecil. Ketika seekor anjing yang sangat akur terhadap majikannya, tanpa ada satu pikiran pun untuk menyakiti hati majikan. Tetapi ketika anjing itu merasa lapar dan tidak ada manusia yang memberinya makanan, maka terbesit di hati kecil-nya untuk mencuri makanan dari majikannya. Inilah hati kecil seekor anjing.
Banyak pemimpin yang memimpin dengan sekuat tenaga, bahkan harta. Tetapi ia tidak berpikir terhadap apa yang sebenarnya dilakukannya? Tidak mengerti mengapa ia jadi pemimpin? Tidak mengerti untuk apa jadi pemimpin? Serta tidak punya tujuan yang benar untuk memimpin. Maka memahami “Apa” dan “Mengapa” itu, jauh lebih penting dari apa yang kita lakukan di aktivitas kehidupan.
Dari sinilah peran sang “Hati Kecil” sangat diperlukan. Karena dengan hati kecil, kita lebih bisa memaknai “Apa” dan “Mengapa” kita hidup dan berbuat di dunia ini. Sejatinya, memimpin harus dengan sepenuh hati, tidak hanya hati seorang pemimpin. Melainkan hati seorang pemimpin dan yang dipimpin harus satu tujuan. Agar menjadi sebuah negara yang di ridhai sang Ilahi. OneDream
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H