Tampilnya Jokowi sebagai Presiden RI ke-7 menambah daftar kalangan sipil yang melenggang mulus ke tampuk kekuasaan tertinggi negeri ini. Tercitrakan bersih, sederhana, dan peduli rakyat dengan aksi blusukannya telah mencuri simpati mayoritas rakyat negeri ini memberikan mandat tertinggi kepada sang mantan Gubernur DKI. Jokowi dianggap oase, dipandang sebagai solusi atas ragam persoalan negeri yang tak kunjung usai. Menawarkan berbagai gebrakan, dengan menggelorakan semangat perubahan dengan membentuk Kabinet Kerja. Indonesia Hebat menjadi headline yang berusaha diwujudkan dalam kurun lima tahun kelak ia berkuasa.
Hanya saja, segala sesuatunya menjadi kontras dengan kebijakan yang sepertinya menyalahi perkataan sendiri. Semangat efisiensi yang digaungkan ternyata tak terwujud pada wajah kabinet yang dibentuknya.terakhir yang hangat, keputusan kontroversialnya menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ditengah turunnya harga minyak dunia menimbulkan pertanyaan baru tentang kemanakah sang presiden berpihak. DPR menggalang interpelasi, rakyat bersama mahasiswa menggalang kekuatan melakukan demontrasi. Aparat turun ke jalan, mengendarai kendaraaan lapis baja bersenjata lengkap. Seorang warga Jl Pampang Makassar, menjadi tumbal dalam bentrok antara mahasiswa dengan aparat di Jl Urip Sumoharjo, depan Kampus Universitas Muslim Indonesia dan Kantor Gubernur Sulsel, Makassar pada Kamis (27/11/2014
Tewasnya Muhammad Ari alias Ari Pepe (17) menyulut bara dalam sekam. Dendam lama mahasiswa-rakyat kepada aparat yang disokong penguasa tiran kembali berkobar. Atas tewasnya Ari, Jokowi diseret untuk bertanggung jawab. Hanya saja komentar Jokowi yang seolah menyepelekan "nyawa warga" Â dianggap sembilu yang makin melukai. Presiden Ke-6 Republik ini, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) nampaknya merespon insiden Ari dengan celotehan dalam akun twitter pribadinya @SBYudhoyono Jumat, 28 November 2014. Tweet yang mengutarakan pandangan tentang penguasa tiran atau diktator seolah dialamatkan ke Jokowi.
"Petik pelajaran di dunia. Pemimpin yg selalu dibenarkan apapun perkataan & tindakannya, tak disadari bisa menjadi diktator atau tiran. *SBY*,"
Jokowi tak merespon pandangan SBY di twitter. Melalui status facebooknya, Jokowi mengungkap pandangan, semacam menyampaikan pembelaan sekira hampir enam jam setelah SBY berkicau.
"Kepemimpinan yang dipercaya diperoleh melalui kesadaran rakyat atas tujuan tujuan negara, sementara kepemimpinan tirani adalah membungkam kesadaran rakyat bisa itu dengan bayonet atau pencitraan tanpa kerja," Jokowi.
Tweet dan status facebook dua punggawa bersahutan, suasana perang terasa. SBY dan Jokowi terlibat dalam pertikaian pendapat atas sesuatu yang terjadi, keduanya jelas memiliki kapasitas untuk saling melempar kata. Hanya, sepertinya ada yang berlebih. Dulu kita melihat SBY sebagai sosok agung sang penyelemat. Sepuluh tahun SBY berkuasa jelas berselimut caci-maki, namun prestasi gemilang yang diukirnya adalah tentang komitmennya merawat demokrasi meski itu sangat bising di telinga sang presiden. SBY bagaimanapun dia dicibir dan dihina, dia tak pernah membungkam suara demonstran yang menentangnya melalui kaki tangan aparatnya, apalagi sampai melenyapkan nyawa.
Aduhai Jokowi, teringat teori parenting tentang raja yang tak pernah salah. Jokowi dengan segala tindak-tanduknya selalu tampak benar dan dengan sukarela dibela membabi-buta. Ini bencana yang amat parah. Menganggap Jokowi sang nabi jelas menggulingkan nalar dan memberangus logika. Hasilnya? Kita tak pernah bisa benar-benar objektif menilai "keliru" yang dilakukan sang presiden. Jokowi juga nampak jumawa dengan peran yang dilakoninya. Komentar #bukanurusansaya menjadi antitesa dalam upayanya membumikan dirinya yang merakyat, berasal dari rakyat, dan bekerja untuk rakyat.
Hitungannya baru puluhan hari, rakyat jadi korban. Mulai dari yang mengantri bantuan tunai pemegang kartu, hingga yang benar-benar dilumpuhkan dari serangkaian serangan yang melibatkan aparat keamanan yang berdiri di pihak pemerintah. Lantas? Celoteh SBY sesungguhnya adalah peringatan tentang setuasi krusial yang pernah dialami negeri ini. Betapa rekor para pemimpin sipil ini justru bernasib naas di tangan rakyat yang dulu membelanya.
"Setiap pemimpin pastilah ingin berbuat yg terbaik. Tidak ingin jadi diktator atau tiran & kemudian harus jatuh, spt yg kerap terjadi. *SBY*,"
Ya! Membandingkan sikap tanggap dua punggawa (Jokowi dan SBY), dilihat dari kemampuan komunikasi personalnya dapat menyibak tentang sisi empatik seseorang. Bahwa ucapan #sayaturutprihatin ala SBY lebih diterima dibanding #bukanurusansaya. Pada sisi ini, mungkin Jokowi harus belajar dan berhati-hati, sumbu dari ledakan pergolakan massa telah terbakar. Pemantiknya sudah ada di mana-mana, yang parah tentu tewasnya Ari Pepe di Makassar.