September 2018, RE (13) bocah belia kelas V Sekolah Dasar ditangkap mengedarkan narkoba jenis sabu di kediamannya di Jl. Panampu, Kec. Tallo, Kota Makassar. Bersama rekannya AR (15) siswa Kelas II SMP, RE yang sempat buron akhirnya diringkus. Menurut pengakuannya, RE tidak sengaja menemukan bungkusan di jalan lalu memanggil rekannya AR menjualnya. Dengan iming-iming hasil penjualan dibagi dua, AR bersedia menjadi kurir.
Di Makassar, Jl. Pannampu-Tallo telah santer disebut sebagai tempat transaksi narkoba kelas kakap. Artinya, di kawasan tersebut, termasuk bagi bocah seperti RE, narkoba sudah familier, dijual bebas, mudah didapatkan dari pemasok yang entah siapa. Menemukan bungkusan dan menyimpulkan bahwa itu sabu mudah bagi RE. Hampir setiap hari, baik RE maupun AR menyaksikan orang-orang asing datang ke Pannampu membeli "barang".
Dari Makassar Sulawesi Selatan, kita melompat ke Kab. Polewali Mandar Sulawesi Barat. Pada Januari 2019, KY (16) tertangkap bersama rekannya ZN (30) saat hendak bertransaksi. Pada KY didapatkan barang bukti satu paket plastik yang berisi tiga kemasan kecil berbentuk kristal yang diduga sabu siap edar. Remaja tanggung itu, dalam berita acara pemeriksaan sebagai tersangka, mengaku sudah empat kali mengkonsumsi sabu di beberapa tempat di Desa Binanga Karaeng, Kec. Lembang, Kab. Pinrang. Kepada penyidik BNNK Polman, KY sangat telaten menjelaskan tata cara beserta jenis alat yang dibutuhkan dan disiapkan dalam penyalahgunaan narkotika jenis sabu.Â
Kasus narkoba yang melibatkan anak-anak usia sekolah di banyak daerah mulai sering ditemukan. Tak tanggung-tanggung, para bocah ini bukan hanya dilirik sebagai pangsa pasar potensial, tetapi juga diajak masuk dalam jaringan peredaran gelap narkoba. Motif ini sengaja dilakukan, sebagai jalan aman bagi para bandar agar tak terjerat hukum. Anak-anak rentan diperdaya. Dengan iming-iming uang, anak-anak bisa dengan mudah dimanfaatkan sebagai kurir atau pengedar.
Sekelumit fakta itu hadir benderang di depan mata kita. Fakta yang membuat miris juga meringis. Betapa tantangan yang dihadapai para orang tua dan pendidik di era ini berkali lipat sulitnya. Di Makassar, telah digalakkan program "Jaga i anak ta!" langkah yang bisa ditiru. Berupaya menyentuh simpul keluarga untuk turut berperan dalam mendidik, bukan hanya tugas para guru sepenuhnya di sekolah.
Deretan fakta lain kian menampar kesadaran. Di beberapa sekolah, penyalahgunaan narkoba jenis bahan adiktif juga semakin parah. Beberapa sekolah yang pernah penulis sambangi menyajikan fakta bahwa mabuk obat batuk Komix dan  zat inhalansia jenis lem Fox bukan lagi hal tabu di kalangan siswa. Penyalahgunaan semacam itu lumrah. Guru terang kewalahan. Banyak di antaranya yang meminta bantuan aparat keamanan. Jika tak bisa ditangani, langkah terakhir yang ditempuh: mengeluarkan anak dari sekolah. Langkah yang justru kerap menimbulkan masalah baru.  Tak jarang, anak-anak semacam itu bahkan tak segan lagi terlibat dalam jerat penyalah guna yang lebih parah.
Indonesia Darurat NarkobaÂ
Narkoba adalah akronim dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Narkoba jenis narkotika sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Sedang psikotropika telah lebih dulu memiliki payung hukum, diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997. Problemnya, narkoba jenis bahan adiktif belum memiliki payung hukum yang jelas. Penyalahgunaan jenis ini kerap menimbulkan persoalan karena jelas sulit ditindak. Padahal penyalahgunaan bahan adiktif adalah pintu masuk bagi anak-anak untuk mencoba narkoba jenis narkotika.
Data Badan Narkotika Nasional menyebut ada sekitar 250 ton narkoba jenis sabu yang masuk ke Indonesia setiap tahun. Narkoba yang kebanyakan dipasok dari Tiongkok itu masuk lewat jalur darat, laut, dan udara. Â Celakanya, Indonesia masuk target pasar jaringan peredaran narkoba internasional. Banyak negara yang menjadikan Indonesia pasar potensial selain Tiongkok. Mulai dari Afrika Barat, Iran, Malaysia, dan sebagian negara Eropa. Indonesia laksana surga bagi peredaran gelap narkotika.
Presiden Joko Widodo telah menegaskan bahwa Indonesia Darurat Narkoba. Jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia berdasarkan data BNN dan Universitas Indonesia (2017) di 34 provinsi sebanyak 3, 3 juta orang. Dari angka tersebut, ada sekitar 800 ribu (23,7 %) penyalahguna yang berasal dari lingkungan pendidikan. Dari karakteristik pecantu, ada sekira 44% pecandu baru. Angka ini menurut pantauan BNN akan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Maraknya penyalahgunaan narkoba jelas sangat mengkhawatirkan. Korban baru terus bertambah. Hanya ada 5% dari total penyalahguna narkoba yang ada di Indonesia yang bersedia menjalani proses rehabilitasi. Alasannya karena belum bisa lepas dari jerat narkoba, malu, tidak punya uang, dan tidak percaya terhadap lembaga rehabilitasi. 95% penyalahguna ini bergentayangan di jalan, mencari mangsa baru. Siapa saja bisa jadi korban berikutnya.
Narkoba Masuk Kurikulum Sekolah
Upaya deteksi dini sebaiknya dilakukan. Formula deteksi dini yang digencarkan oleh BNN adalah dengan melakukan tes urin bagi target. Sebaiknya, sekolah bisa memulai ini. Surat Keterangan Bebas Narkoba dari BNN bisa dimasukkan sebagai syarat penerimaan siswa baru atau syarat kelulusan. Namun langkah itu jelas tidak cukup. Perlu langkah lain yang lebih simultan dan progresif. Sebab tes urin hanya mampu mendeteksi mereka yang menggunakan narkoba jenis narkotika dan psikotropika, sedang narkoba jenis bahan adiktif yang daya rusaknya sama belum bisa disentuh.
Paling konret mulai memikirkan agar Pendidikan Narkoba bisa dimasukkan sebagai bagian integral dari kurikulum pendidikan di sekolah. Genting dan penting, untuk seluruh jenjang pendidikan kita. Sebab, tak ada lagi ruang saat ini yang bebas dari narkoba. Tak ada satu pun wilayah di republik ini yang tidak tersentuh narkoba. Angka prevalensi penyalah guna Narkotika di Indonesia mencapai 1. 77 % atau sekitar 3.376.115 orang dari total populasi penduduk Indonesia. Angka ini terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Masuknya Pendidikan Narkoba dalam kurikulum kita jelas upaya pencegahan paling efektif. Anak-anak sebagai target pasar paling potensial narkoba bisa dibekali dengan pemahaman yang mumpuni. Memperkenalkan lebih dini bahaya narkoba lebih masuk akal untuk melakukan tindakan pencegahan. Sebab, dalam banyak kasus anak-anak, termasuk yang berada di bangku sekolah sering dimanfaatkan, baik sebagai target pengguna baru maupun sebagai pengedar.
Jelas, saat ini tingkat kewaspadaan orang tua dan pendidik harus terus ditingkatkan. Apalagi perkembangan jenis narkoba baru semakin pesat. Selain itu, perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi memberi akses tak terbatas bagi anak-anak kita. Narkoba bisa bermutasi sangat cepat. Temuan BNN ada narkoba yang dicampur dengan bika Ambon, permen, dodol, bahkan dalam bentuk aplikasi musik yang bisa diunduh bebas di playstore.
Apa yang penulis tawarkan ini bisa jadi renungan sebab narkoba memang teramat genting di negeri kita. Tak harus ada korban baru yang berjatuhan baru kita melek. Ada ancaman serius terhadap generasi kita, jika bukan sekarang kapan lagi?!*
Â
*Kepala Seksi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Kab. Polewali Mandar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H