Saya dilahirkan dari kelurga sederhana yang keseharianya bertani, saya hidup dan dibesarkan diruang lingkup petani. Menjadi keluarga petani tidak membuat saya merasa malu dan pesimis untuk berkarir dalam dunia akademik.
Tidak ada orang tua yang tidak ingin anaknya sukses, oran tua merupakan guru pertama sebelum saya mengenal dunia pendidikan, kepada mereka saya belajar tentang perjuangan, pengorbanan dan memberi tanpa pamrih. Oleh sebab itulah kesuksesan seorang anak dibaliknya ada doa dan perjuangan orang tua. Kenapa saya mengatakan bahwa guru pertama adalah orang tua sebab pendidikan keluargalah yang pertama dan utama sebelum mengenal dunia luar.
Hidup yang penuh pas-pasan terkadang banyak berpuasa untuk menghemat, dengan kehidupan seperti itu apakah membuat cita-cita dan semangat saya pudar ? tentu tidak, sebab saya menyakini tidak ada yang bisa menghalangi seorang anak kampung untuk bercita-cita tinggi
Pendidikan Membuka Jendala Dunia
hidup disebuah desa kecil yang terletak di kaki gunung yaitu di desa monta , meskipun kehidupan dibilang sederhana namun  tidak membuat diri saya menjadi orang yang pesimis dalam meraih cita-cita, saya mulai mengenal dunia pendidikan di SDN Inpres monta, SMP Negeri 4 Monta, dan SMA Negeri 1 woha setelah itu saya melanjutkan studi di perguruan tinggi swasta yang ada di kota bima yang menjadi kampus kebanggaan yang biasa di kenal dengan kampus kuning yaitu STKIP Bima selama 4 tahun dan saya mengambil jurusan Pendidikan Biologi.
Diakhir tahun 2017 saya dinyatakan sebagai alumni STKIP Bima dan menjadi wisudawati terbaik 5 dari sekian ratus mahasiswa pendidikan biologi yang wisuda pada saat itu. Disaat itu saya merasa bahagia karena telah selesai dan mendapatkan gelar, tapi disatu sisi dengan banyaknya mahasiswa yang wisuda saat itu menjadi kehawatiran dan gelisah karena yang wisudah ditahun sebelumnya masih banyak yang pengangguran. Selang 2 bulan kemudian saya di terima mengajar disebuah sekolah SDN Â Monta, ekspetasi untuk menlanjutkan studi saat itu tidak ada karena keterbatasan biaya, tapi semangat dan cita-cita ssaya tidak pernah pudar. Berdo'a, belajar dan mencari beasiwa itulah yang saya lakukan, tiba-tiba ada informasi beasiswa gubernur dan saya mengikutinya alhamdulillah saya dinyatakan lulus dan diterima di universitas pendidikan sultan idris (UPSI) malaysia.
kulliah di kampus STKIP Bima ada banyak hal yang didapatkan tidakk kalah saing dengan teman-teman yang kuliah diluar daerah Bima. Banyak orang yang bilang kalau  kuliah dibima tidak sebagus kuliah di luar kota, karena . Pendapat yang demikian terkadang ada benarnya dan juga tidak benar sebab dimanapun anda kuliah, dan sehebat apapun kampus yang anda masuki kalau dalam diri anda tidak mau belajar dengan rajin maka hasilnya juga akan kurang maksimal. Oleh sebab itu kampus dimanapun anda kuliah tidak menjadi soal tapi yang menjadi soal adalah ketika waktu kuliah kitta tidak serius dan bersungguh-sungguh untuk belajar.
Seorang ulama besar indonesia buya Hamka tidak ada satupun pendidikan formal yang diselesaikan, membaca dan menulis serta berguru lagsung dengan para tokoh itulah modal yang besar baginya untuk melahirkan banyak karyanya. Pada tahun 1959 majelis tinggi university al-azhar kairo memberikan gelar Ustaziyah Fakhiriah (doctor Honoris Causa) sejak itu berhaklah beliau memakai titel dipangkal namanya.
Dari cerita Buya Hamka diatas menggambarkan bahwa kuliah itu bukan hanya soal dimana dan kapan anda kuliah tapi keteguhan, keseriusan dan kegigihan kita untuk betul-betul belajar. Oleh karena itulah  saya meyakini bahwa saya bisa meraih mimpi saya meskipun kuliah di bima. Berkat saya menimba ilmu di  STKIP Bima  saya bisa melanjutkan studi diluar Negeri tepatnya di kampus Universitas Pendidikan Sultan Idris (UPSI) Malaysia,  merupakan kampus Pendidikan terbaik di Malaysia, melanjutkan studi di malaysia diluar ekspetasi saya tapi karena kesungguhan dan kegigihan sehingga kesempatan itu ada.
Sebagai anak kampung yang memiliki cita-cita tinggi dan melanjutan studi di malaysia, awalnya mersa minder dan lebih banyak mendengarkan ketimbang berbicara. Tapi saya terus beradabtasi dengan lingkungan dan sahabat yang semuanya serba baru dan alhamdulilla sampai sejauh ini kominukasi kami lancar.
Kampus-kampus di luar negeri pada umumnya sangat memperhatikan kesejahteraan mahasiswanya, terutama mahasiswa internasional merasa nyaman. Oleh karena itu, sebenarnya kuliah sebagai mahasiswa minoritas itu tidaklah sesulit yang dibayangkan. Kita juga akan menemukan klub atau perkumpulan kampus yang memiliki budaya atau kepercayaan yang serupa, dan bahkan  kamu tidak akan kesepian sewaktu merayakan hari besar agama, atau sewaktu kangen masakan rumah, kamu bisa masak bersama teman-teman.
Memang betul juga sarana dan prasarana juga salah satu faktor yang mendukung untuk mahasiswa bisa dengan nyaman belajar tapi itu bukan satu-satunya alasan untuk tidak belajar dengan giat. Di era dimana semuanya berbasis teknologi semua informasi  dunia terbuka, dan perkembangan ilmu pengetahuan bisa di akses, jadi seklipun kuliahnya di bima dan kampung terpencil sekalipun kita bisa memanfaatkan tehnologi sebagai sumber untuuk mengembangan diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H