Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyelami Suka Duka Menyiapkan Sajian Lebaran dan Filosofinya dalam Idul Fitri

28 Maret 2025   15:20 Diperbarui: 28 Maret 2025   15:20 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi proses masak ketupat, sajian khas Idul Fitri (Sumber: Antaranews.com)

Selain dirayakana sebagai hari kemenangan setelah sebulan berpuasa, Idul Fitri juga menjadi momen refleksi dan kebersamaan. Dalam perayaan ini, umat Islam kembali ke fitrah sekaligus mempererat hubungan sosial dengan keluarga, tetangga, dan sahabat. Di Indonesia, momen kemenangan dan kesucian tersebut ditandai dengan sajian khas Lebaran yang terhidang di meja makan setiap keluarga. Hidangan khas lebaran ini menjadi tradisi yang unik sehingga lebaran di Indonesia selalu identik berbagai hidangan khas dari berbagai daerah lengkap dengan maknanya yang mendalam.

Hidangan lebaran tujuannya bukan sekadar untuk mengenyangkan perut, tetapi juga untuk menyampaikan pesan moral dan filosofi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Ketupat, opor ayam, rendang, hingga kue kering bukan hanya sajian lezat, tetapi juga cerminan nilai budaya dan spiritual yang dipegang teguh oleh masyarakat.

Artikel ini akan membahas lebih dalam filosofi yang terkandung dalam hidangan khas Idul Fitri yang dimulai sejak hidangan ini diproses dari bahan mentah. Cerita tentang suka duka dalam menyiapkan sajian Idul Fitri ini merupakan tema dari blog competition Kompasiana dengan label Ramadan Bercerita 2025. Tema ini adalah tema untuk edisi Ramadan Bercerita 2025 hari 26 yang akan mengulas lebih dalam makna makanan lebaran sebagai simbol kebersamaan dan silaturahmi. Selain itu, akan diulas pula suka duka dalam menyiapkan sajian Idul Fitri, yang pada akhirnya mengajarkan makna lebih dalam dari sekadar memasak dan menyajikan makanan.

 

Suka Duka dalam Menyiapkan Sajian Lebaran

 

Memasak hidangan Lebaran sering kali menjadi momen yang dinanti-nantikan oleh banyak keluarga. Bukan sekadar aktivitas dapur biasa, tetapi sebuah tradisi yang penuh kehangatan dan kebersamaan. Sejak pagi atau bahkan malam takbiran, anggota keluarga berkumpul di dapur, berbagi tugas, dan saling membantu dalam menyiapkan berbagai sajian khas Idul Fitri. Lebih dari sekadar memasak, momen ini juga menjadi ajang untuk berbagi cerita dan mempererat hubungan antaranggota keluarga. Generasi yang lebih tua biasanya akan berbagi resep turun-temurun, sekaligus menyisipkan kisah masa lalu tentang bagaimana mereka dulu menyiapkan makanan Lebaran bersama orang tua mereka. Sementara itu, anak-anak atau generasi muda belajar banyak hal dari proses ini---mulai dari teknik memasak hingga nilai-nilai kehidupan yang diwariskan secara lisan.

Suasana dapur yang penuh canda tawa membuat momen memasak menjadi lebih menyenangkan, sehingga tidak jarang, dapur menjadi tempat di mana kenangan indah tercipta, tempat di mana kasih sayang dituangkan dalam setiap masakan yang disiapkan dengan penuh cinta. Proses memasak untuk menyambut Idul Fitri ini bukan hanya tentang menyiapkan makanan, tetapi juga menyelami nilai-nilai spiritual dan sosial yang terkandung di dalamnya.

Di balik keceriaan menyiapkan hidangan Idul Fitri, terdapat tantangan yang tidak bisa dihindari. Salah satu tantangan utama adalah tekanan waktu. Banyak keluarga harus mulai memasak sejak dini hari atau bahkan dari malam takbiran untuk memastikan semua hidangan siap tepat waktu. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi mereka yang harus membagi waktu antara memasak, membersihkan rumah, dan mempersiapkan segala hal untuk menyambut tamu pada hari raya.

Belum lagi dengan persoalan kenaikan harga bahan makanan menjelang Lebaran yang sering kali menjadi kendala tersendiri. Beberapa bahan pokok seperti daging ayam, santan, dan berbagai bumbu dapur sering mengalami lonjakan harga yang cukup signifikan. Bagi sebagian keluarga, hal ini menuntut kreativitas dalam menyusun menu yang tetap lezat dan bermakna tanpa harus mengeluarkan biaya berlebihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun