Jika kuliah tidak wajib lagi di Indonesia maka negara ini akan memanen lulusan Sekolah Menengah Atas/SMA sebagai sumber daya manusia (SDM) siap pakai untuk kepentingan pembangunan nasional.Â
Konsekuensinya, kontribusi siswa-siswi lulusan SMA ini benar-benar jauh di bawah standar kualifikasi SDM yang berkompeten. Pasalnya, mereka memiliki kemampuan akademis yang rendah dan kompetensi profesional yang kosong.
Tanpa kuliah, lulusan SMA akan menjadi ujung tombak tenaga kerja Indonesia, yang jelas-jelas pasti akan mengalami kesulitan untuk memasuki dunia kerja yang semakin kompetitif.Â
Kontribusi mereka tentu terbatas pada pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan khusus atau pendidikan lanjutan, seperti pekerjaan di sektor informal atau pekerjaan kasar dengan upah rendah.
Pekerjaan yang tersedia untuk lulusan SMA paling-paling sektor informal, seperti berdagang kecil-kecilan, bekerja sebagai buruh, atau melakukan pekerjaan rumah tangga. Sektor ini sudah pasti tidak memberikan jaminan sosial, upah yang layak, atau kesempatan untuk pengembangan karier.
Di luar sektor informal, lulusan SMA banyak yang mengisi mengisi pekerjaan di sektor jasa dasar, seperti pelayan toko, pramuniaga, atau pekerja layanan kebersihan. Pekerjaan ini umumnya tidak membutuhkan keterampilan tinggi dan menawarkan sedikit peluang untuk kemajuan karier.
Kebutuhan Tersier
"Kita kan bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar. Artinya tidak semua lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan," kata Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie di Kantor Kemendikbudristek, Rabu, 15 Mei 2024.