Sopir adalah pihak yang paling rentan untuk dikambinghitamkan dan dijadikan sebagai pelaku utama dari kecelakaan bus. Itulah fakta yang selalu kita jumpai setelah sebuah kecelakaan angkutan umum terjadi. Lalu bagaimana dengan pihak-pihak lain yang menjadi bagian dari mata rantai bisnis transportasi publik ini?
Kecelakaan study tour yang menimpa bus Putra Fajar di  Subang, Jawa Barat pada Sabtu 11 Mei lalu memang mengagetkan karena mengakibatkan 11 orang meninggal dunia dan puluhan lainnya mengalami luka berat dan ringan. Bus ini membawa 54 penumpang rombongan pelajar SMK Lingga Kencana, Depok dalam rangka acara perpisahan kelas XII di Subang. Bus mengalami kecelakaan saat melintas di Jalan Raya Kampung Palasari, Ciater, Subang pukul 18.45 WIB.Â
Kecelakaan study tour dengan bus seperti ini bukanlah kejadian baru. Untuk kejadian yang sama, beberapa waktu lalu sebuah kecelakaan bus juga menimpa pelajar Depok yang sedang beranjang sana ke Bali. Belum lagi daftar panjang kecelakaan bus yang sedang membawa rombongan penumpang untuk study tour, atau kegiatan pariwisata lainnya.Â
Sudah jadi rahasia umum kalau terjadi kecelakaan bus yang sampai merenggut korban jiwa maka sopir dan awak bus yang bekerja yang akan menjadi tersangka utama. Ini sudah betul, karena sopirlah operator bus yang menjadi pengendali jalannya kendaraan besar ini sekaligus penanggung jawab keselamatan para penumpang bus yang dia angkut.Â
Kesalahan yang kerap kali menjerat para sopir bus ini adalah kelalaiannya ketika menyetir sehingga menyebabkan gerak kendaraannya tidak terkontrol dan menimbulkan kecelakaan di jalan raya. Apalagi dari kelalaiannya ini sampai terjadi korban jiwa dari para penumpangnya. Proses hukum sudah menanti dan siap menjeratnya dengan pasal-pasal kelalaian yang mengakibatkan korban jiwa.
Mengapa sopir selalu menjadi tersangka utama dalam kecelakaan bus dan seolah hanya menjadi satu-satunya pihak yang disalahkan dalam sebuah kecelakaan bus? Pihak-pihak lain yang menjadi mata rantai dalam bisnis transportasi umum ini sepertinya lepas tangan dan bebas dari jerat hukum. Pihak-pihak lain di sini yang paling relevan adalah perusahaan otobus yang menaungi bus-bus yang dioperasikan sebagai angkutan umum, atau pemilik bus tersebut.Â
Kejanggalan Bus
Jika kita merunut kembali dari hasil-hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komisi Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT), Dinas Perhubungan, dan Korlantas Polri terhadap kecelakaan transportasi yang melibatkan bus, banyak "kejanggalan" yang ditemui pada bus yang di luar kendali para sopir. Padahal, kejanggalan-kejanggalan tersebut turut berkontribusi terhadap kecelakaan yang terjadi meskipun bersifat tidak langsung.Â
Kesalahan tersebut bisa berupa manipulasi data kelaikan bus, administrasi dan perijinan operasi, serta modifikasi bentuk yang ilegal. Semua kejanggalan ini seharusnya menjadi tanggung jawab perusahaan otobus atau pemilik dan pihak-pihak terkait lainnya. Artinya, kelalaian sopir sebagai operator bus di jalan memang tidak bisa diingkari sebagai bentuk pelanggaran hukum dan sudah sepatutnya dikenai status sebagai tersangka utama dalam kasus-kasus kecelakaan maut.