Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Seandainya Saya Seorang Perempuan, Nama Saya adalah Kartini

22 April 2024   13:43 Diperbarui: 22 April 2024   13:46 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apalah artinya sebuah nama? Demikian potongan sebuah kutipan dialog dari drama epic Romeo and Juliet yang pengaruhnya masih terasa sampai sekarang. Soal nama ini memang penting tidak penting di hadapan manusia. Nama sejatinya adalah identitas dasar yang melekat pada diri seseorang. Nama biasanya untu membedakan satu orang dengan yang lainnya ketika dipanggil.

Kembali ke soal penting tidak pentingnya nama tadi. Bagi sebagian masyarakat nama hanya sekadar penanda untuk membedakan seseorang dengan yang lainnya. Bagi mereka tidak penting memberikan nama yang indah atau yang bagus. Asalkan sudah bisa dibedakan beres.

Di beberapa bagian di belahan dunia ini, nama seseorang diberikan berdasarkan ciri yang menonjol pada tubuhnya, ada juga berdasarkan peristiwa penting yang menyertai kelahirannya. Konon, masyarakat Indian akan memberikan nama kepada anak mereka berdasarkan benda pertama yang dilihat sang ayah ketika anaknya baru keluar dari rahim ibunya.

Sebaliknya, ada juga masyarakat yang sangat menghargai nama ini sehingga untuk memberikan nama pada anak, orang tuanya akan memerhatikan betul keindahan dalam penyebutan dan makna yang  terkandung di baliknya. Tidak jarang, untuk memberikan nama anak, orang tua harus melakukan tirakat, konsultasi dengan para kiai, pini sepuh atau orang pintar agar hidup anaknya bisa selamat kelak.

21 April

Tanggal di atas merupakan tanggal kelahiran saya sekitar setengah abad silam. Setelah saya cocokkan di penanggalan kala itu, tanggal tersebut jatuh pada hari Jumat. Kata bapak dan ibu, saya lahir di satu-satunya rumah sakit kecil di kampung kami yang statusnya adalah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), jam empat sore setelah azan Ashar.

Karena bertepatan dengan hari Kartini, sempat terbersit di benak bapak untuk langsung menamai saya dengan nama pahlawan emansipasi wanita ini. Sayangnya, yang keluar malah bayi laki-laki. Muncullah kelakar dari saudara dan teman-teman bapak untuk menggantikan saja huruf "i" pada nama Kartini dengan huruf "o" sehingga menjadi Kartono.

Konon, bapak sempat tertarik juga untuk memakaikan nama Kartono ini untuk putra pertamanya ini. Setelah konsultasi dengan para ulama dan sesepuh kampung, nama Kartono kurang diterima di kalangan keluarga inti bapak dan ibu. Akhirnya berembuglah para ulama dan sepuh kampung untuk memilih nama yang paling baik untuk bayi yang baru lahir sore tadi.

Dari hasil urun rembug tersebut akhirnya disetujui untuk memakaikan nama leluhur kami yang menjadi pendiri kampung di rantau orang. Bapak di suruh untuk menamai bayi yang baru berusia beberapa jam tersebut dengan nama "Sultani" nama leluhur yang tidak pernah saya ketahui seperti apa sosoknya hingga sekarang. Nama tersebut pun menjadi identitas abadi untuk saya sejak malam itu hingga sekarang.

Meski demikian, di keluarga kami yang sempat tahu kalau nama Kartono sempat menjadi pilihan bapak, kadang-kadang mereka memanggil saya dengan nama Kartono, ketika masih anak-anak. Dari situ muncullah kata-kata seperti ini: "coba perempuan, nama kamu bukan Sultani tetapi Kartini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun