Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Problem Ambang Batas Parlemen dalam Sistem Pemilu Proporsional

2 Maret 2024   22:04 Diperbarui: 23 Maret 2024   11:40 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Suasana Sidang di Mahkamah Konstitusi. (Foto: KOMPAS)

Begitu pula dalam Pemilu 2019, terdapat 13.595.842 suara tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR atau sekitar 9,7 persen suara sah secara nasional.

Untuk kasus 2.964.975 suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR, atau sekitar 2,4 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu 2014, karena secara faktual jumlah partai di DPR ada 10 parpol, lebih banyak dibanding Pemilu 2009 dan Pemilu 2019.

Data-data empirik tersebut menegaskan bahwa selama penerapan ambang batas parlemen dalam pemilu anggota DPR telah terjadi disproporsional antara suara pemilih dengan jumlah partai politik di DPR. 

Ambang batas parlemen tidak saja menjadi kontra-produktif, tetapi juga menghilangkan hak konstitusional pemilih yang telah digunakan pemilih dalam pemilu. Suara mereka hangus atau tidak dihitung dengan alasan penyederhanaan partai politik demi menciptakan sistem pemerintahan presidensial yang ditopang dengan lembaga perwakilan yang efektif.

"Padahal prinsip demokrasi menempatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan, namun kebijakan ambang batas parlemen ternyata telah mereduksi hak rakyat sebagai pemilih. 

Hak rakyat untuk dipilih juga direduksi ketika mendapatkan suara lebih banyak namun tidak menjadi anggota DPR karena partainya tidak mencapai ambang batas parlemen," ucap Hakim Konstitusi Saldi Isra, ketika membacakan Putusan MK terhadap perkara yang diajukan oleh Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), pada 29 Februari 2024.

Sumber: Kompas.id
Sumber: Kompas.id

Penerapan ketentuan ambang batas parlemen 4 persen selalu menjadi problem selama ini karena penentuan besaran angka atau persentase ambang batasnya tidak didasarkan pada dasar metode dan argumen yang memadai. 

Penentuan tersebut telah menimbulkan disproporsionalitas hasil pemilu karena tidak proporsionalnya jumlah kursi di DPR dengan suara sah secara nasional. 

Penentuan nilai ambang batas tanpa dasar metode dan argumen yang memadai secara faktual telah mencederai sistem pemilu proporsional karena banyak suara pemilih yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi di DPR.

Tercederainya sistem pemilu proporsional juga mencederai makna kedaulatan rakyat, dan kepastian hukum yang adil bagi semua kontestan pemilu termasuk pemilih yang menggunakan hak pilih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun