Saya baru saja membaca sepucuk surat dari seorang pria berumur 28 tahun melalui artikel pendek yang dia unggah pada sebuah platform media sosial.Â
Dalam surat tersebut pria ini mencurahkan semua gundah gulana yang sudah lama terbelenggu di dalam hatinya. Dia menulis bahwa pada umurnya sekarang dia belum memiliki karier, masih hidup bersama orang tua, dan selalu gagal dalam aspek apa pun dalam hidupnya. Akibatnya, harga dirinya hancur, merasa bodoh dan putus asa.
Setiap orang pasti akan memiliki problem hidup dengan diri sendiri, baik mereka yang memiliki karier dan penghasilan yang mapan maupun mereka yang tidak punya sama sekali.Â
Namun, problem tersebut memberikan insight yang berbeda pada diri tiap-tiap orang sehingga konstruksi terhadap problem tersebut pasti akan berbeda-beda juga.
Kembali pada surat pria berumur 28 tahun tadi, maka problem yang dihadapinya adalah soal perasaan menjadi manusia yang tidak berguna lantaran tidak memiliki karier dalam pekerjaan. Atau bisa juga karena tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan sama sekali. Jika ini yang terjadi, maka pria ini tidak saja bermasalah dengan dirinya sendiri, tetapi juga tekanan sosial karena statusnya sebagai pengangguran.
Apakah kita semua bisa menerima kenyataan kalau di usia yang terus menua status kita masih jadi seorang pengangguran tanpa pengalaman kerja sama sekali? Tentu tidak. Manusia normal pasti akan mengisi hidupnya dengan bekerja, meniti karier, dan menghasilkan pendapatan yang besar untuk kemakmuran dan kesejahteraan hidup.
Mengapa ada manusia yang sama sekali sulit membangun karier yang cemerlang dalam pekerjaan sehingga sulit keluar dari problem dengan diri mereka sendiri?Â
Umumnya, orang-orang ini terlalu menganggap remeh dengan pembentukan kesan positif dalam bekerja. Mungkin mereka menganggap bekerja hanya sekadar mendapat gaji yang layak sehingga aspek kesan pribadi, relasi kerja, dan hubungan sosial diabaikan. Intinya, yang penting dapat gaji besar, urusan yang lain masa bodoh.
Simak 5 tips berikut yang saya rangkum dari pendapat para psikolog, perekrut perusahaan, dan praktisi sumber daya manusia di kantor.Â
Mereka mengajari kita untuk memahami pentingnya kesan positif dalam membangun karier di kantor, terutama ketika memasuki tahap rekrutmen yang krusial, yaitu mengirim surat lamaran kerja dan wawancara. Â