UJARAN KEBENCIAN TERKAIT KASUS "FUJI MAGRIB" DI PLATFORM TIKTOK
1Mohammad Alvin, 2Sultan Chairuman Yahya, 3Rizky Grisandy, 4Selvia Andina Putri,
5Aura Askamaulita, 6Aisyah Ayu Anandien Tilarsono, 7 Sami Aulia Putri
1Jurusan Hukum, FH, 2Jurusan Sosial Ekonomi, FP, 3Jurusan Teknik Sipil, FT,
4Jurusan Gizi, FKM, 5Jurusan Gizi, FKM, 6Jurusan Matematika, FMIPA,7Jurusan Matematika, FMIPA
Universitas Andalas
Email :
Abstrak
Kasus ujaran kebencian yang terjadi di platform media sosial, terutama TikTok, semakin sering menjadi sorotan publik. Salah satu kasus yang sempat viral adalah insiden yang melibatkan influencer dan selebritis media sosial, Fujianti Utami Putri atau yang kerap di kenal dengan panggilan Fuji, yang disebut-sebut terkait rasisme dalam konten TikTok-nya. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis penyebab, dampak, serta respon publik terutama mahasiswa Universitas Andalas terkait ujaran kebencian yang merujuk kepada kasus "Fuji Magrib" di platform media sosial, khususnya TikTok. Studi ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menganalisis pertanyaan kuesioner kepada mahasiswa Universitas Andalas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ujaran kebencian terkait rasisme dapat mengganggu kondisi mental seseorang, dan media sosial harus memperketat aturan terhadap komentar yang mengandung ujaran kebencian serta mencegah atau menghapus segala bentuk komentar yang merujuk kepada ujaran kebencian. Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran terkait isu-isu rasial di era digital.
Kata kunci : Ujaran kebencian, Fuji Magrib, TikTok, Rasisme, Respon Mahasiswa Universitas Andalas.
Â
1. Pendahuluan
Media Sosial adalah medium di internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain membentuk ikatan sosial secara virtual (Nasrullah,2015). Media Sosial   juga   telah   menjadi backbone (tulang punggung) sebagai sarana komunikasi di  era  digital  ini.
Media sosial atau yang di singkat dengan sebutan medsos ini bagaikan pisau bermata dua, dimana pada media sosial dapat memberikan kita suatu informasi dengan cepat. Tetapi juga dapat memberikan dampak negetif berupa penyebaran informasi hoaks, Â provokasi, ujaran kebencian, dan lain sebagainya.
Menurut Syarif (2020), ujaran kebencian merupakan sebuah aktivitas komunikasi yang dikerjakan oleh seseorang individu atau kelompok kepada individu atau kelompok lainnya dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan yang meliputi berbagai sudut, seperti warna kulit, ras, etnis, agama, dan lain sebagainya
Media sosial terutama TikTok, telah menjadi ruang dimana berbagai bentuk ekspresi, baik positif maupun negatif, dapat tersebar dengan cepat dan mendapatkan perhatian dari publik. Salah satu bentuk ekspresi yang sering muncul adalah ujaran kebencian berupa rasisme, TikTok dengan jumlah pengguna yang sangat besar, sangat rentan terhaadap konten yang mengandung diskriminasi atau prasangka rasial.
Fujianti Utami Putri atau yang kerap di sapa Fuji adalah seorang influencer TikTok dan  selebritis media sosial. Beberapa bulan lalu Fuji mendapatkan komentar negatif berupa ujaran kebencian, dalam video TikTok yang ia ungggah di akun pribadinya, Fuji di sebut-sebut memiliki aura "magrib".
Magrib  merupakan istilah di dunia maya yang digunakan untuk mencela pemilik kulit yang cenderung gelap. Ungkapan populer ini sudah  memicu perdebatan di media sosial, dengan banyak yang menganggapnya sebagai Tindakan rasisme dan body shaming.
Ejekan aura magrib ini di alamatkan kepada Fuji sejak video lawasnya beredar beberpa bulan lalu. Di rekaman video jadul itu, Fuji yang berambut pendek di atas bahu terekam berjoget dengan seorang pria. Banyak warganet yang menyoroti penampilan Fuji yang di nilai mirip Jeje Slebew. "Jelas aura magrib banget", tulis salah satu pengguna TikTok.
Oleh karena itu, penulis akan mengulas lebih dalam tentang kasus tersebut berdasarkan perspektif beberapa mahasiswa Universitas Andalas. Penelitian ini bertujuan untuk menyampaikan pentingnya kesadaran akan bahaya ujaran kebencian di dunia maya.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan mengajukan beberapa pertanyaan kuesioner kepada responden yaitu mahasiswa aktif Universitas Andalas. Penelitian ini melibatkan 41 responden dari berbagai Fakultas dan dari 3 angkatan (2022-2024). Selanjutnya data yang sudah terkumpul akan di analisis hasilnya di pembahasan.
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kuantitatif jenis deskriptif dengan menerapkan analisi statistik dalam bentuk persentase. Sumber data yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner yang berisikan  pertanyaan seputar ujaran kebencian di platform Tiktok. Kuesioner disebarkam untuk mendapatkan data jawaban pada pengguna platform Tiktok
Kuesioner disebarkan kepada pengguna platform Tiktok, Yang berisikan 15 pertanyaan mengenai ujaran kebencian di platform tiktok. Kuesioner memiliki beberapa keuntungan yaitu: a) Tidak memerlukan kehadiran peneliti secara langsung b) bise penyebaran kepada sejumlah responden secara bersamaan, c) identitas responden tidak dapat diketahui dan dapat leluasa memberikan jawaban, d) memungkinkan penyusunan  pertanyaan yang sesuai (Arikunto 2010:195).
3. Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini melibatkan 41 responden yang seluruhnya merupakan mahasiswa Universitas Andalas. Berdasarkan data demografis, mayoritas responden berasal dari angkatan 2022 dengan jumlah 2 orang, Angkatan 2023 dengan jumlah 13 orang, Angkatan 2024 dengan jumlah sebanyak 19 orang.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hampir seluruh responden, yakni Sebanyak 94,1% responden sering terlibat dalam paparan ujaran kebencian pernah melihat komentar atau postingan yang mengandung ujaran kebencian. Hal ini menggambarkan bahwa ujaran kebencian telah menjadi fenomena yang sangat umum di lingkungan digital. Kemungkinan besar, platform media sosial menjadi salah satu medium utama di mana responden terpapar dengan konten semacam ini, mengingat sifatnya yang terbuka dan mudah diakses oleh berbagai kalangan. Tingginya angka ini menegaskan perlunya perhatian lebih terhadap pengelolaan konten dan edukasi etika digital untuk meminimalkan dampak negatifnya
Berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner, mayoritas responden, yaitu 16 dari 23 orang (78,7%) mengaku sering melihat ujaran kebencian di TikTok. Hal ini menunjukkan bahwa platform tersebut menjadi salah satu media yang cukup rentan terhadap penyebaran konten negatif. Selain itu, sebanyak 26,1% responden menyatakan hanya kadang-kadang melihat ujaran kebencian, sementara 4,3% responden melaporkan jarang mengalaminya. Tidak ada responden yang menyatakan bahwa mereka tidak pernah terpapar ujaran kebencian. Data ini mengindikasikan bahwa meskipun intensitas paparan bervariasi, keberadaan konten ujaran kebencian di TikTok sangat signifikan, terlebih lagi dalam sebuah kuesioner terdapat pertanyaan "Apakah anda pernah secara sengaja atau tidak sengaja melakukan rasis pada orang lain?" berdasarkan data yang di peroleh terdapat 18 orang  (52,9%) mengaku pernah melakukan perilaku rasisme kepada orang lain, dan 16 orang lainnya mengaku tidak pernah melakukan rasisme. Rasisime yang dilakukan oleh responden berdasarkan data 19 dari 21 orang melakukannya secara langsung dan 2 lainnya melakukannya di media sosial.
Menurut penelitian  yang dilakukan oleh The American Psychological Association (APA) menemukan bahwa korban ujaran kebencian seringkali mengalami peningkatan kecemasan dan stres yang berkelanjutan. Hal ini dapat di rasakan oleh korban ujaran kebencian seperti yang di alami oleh Fuji. Selain itu, Paparan terhadap ujaran kebencian tidak hanya berdampak pada kesehatan mental tetapi juga pada kondisi fisik. Sebuah studi yang dilakukan oleh Journal of Social and Clinical Psychology (2022) menunjukkan bahwa korban ujaran kebencian sering mengalami gangguan tidur, baik insomnia maupun tidur yang terganggu, karena kecemasan yang berkelanjutan. Gangguan tidur ini dapat berujung pada penurunan daya tahan tubuh dan masalah kesehatan fisik lainnya.
Oleh karena itu, pentingnya edukasi kepada masyarakat terkait media sosial, platform media sosial juga harus memperketat kebijakan moderasi konten yang terdapat di media sosial. Menguatkan hukum dan regulasi, serta kita harus memberikan dukungan kepada korban ujaran kebencian agar tidak mengalami stress berlebihan dan dampak psikologis lainnya.
4. Kesimpulan dan Saran
 4.1 Kesimpulan
Artikel ini menganalisis kasus ujaran kebencian yang terjadi di platform TikTok, khususnya terkait insiden yang melibatkan influencer Fujianti Utami Putri. Penelitian menunjukkan bahwa ujaran kebencian, terutama yang bernuansa rasisme, telah menjadi fenomena umum di media sosial dan berdampak negatif pada kesehatan mental individu. Hasil survei di kalangan mahasiswa Universitas Andalas menunjukkan tingginya paparan terhadap konten ujaran kebencian, di mana sebagian besar responden mengakui pernah melihat atau terlibat dalam perilaku rasisme, baik secara langsung maupun di media sosial. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak dari ujaran kebencian serta memperketat regulasi di platform media sosial.
4.2 Saran
1. Penting untuk melakukan program edukasi kepada masyarakat mengenai dampak negatif ujaran kebencian dan pentingnya beretika dalam berinteraksi di media sosial.
2. Platform media sosial, termasuk TikTok, perlu memperketat kebijakan moderasi konten untuk mencegah penyebaran ujaran kebencian dan diskriminasi.
3. Masyarakat dan lembaga terkait harus memberikan dukungan kepada korban ujaran kebencian agar dapat mengatasi stres dan masalah psikologis yang ditimbulkan.
4. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami fenomena ujaran kebencian di media sosial dan mencari solusi yang efektif untuk menguranginya.
Daftar Pustaka
Ningrum, D. J., Suryadi, S., & Chandra Wardhana, D. E. (2019). KAJIAN UJARAN KEBENCIAN DI MEDIA SOSIAL. Jurnal Ilmiah KORPUS, 2(3), 241--252. https://doi.org/10.33369/jik.v2i3.6779
Liputan6.com. (2024). Apa Makna Aura Magrib yang Dikaitkan dengan Fuji dan Ditanggapi Marion Jola?. Banyak warganet sepakat dengan tanggapan Marion Jola terkait julukan aura magrib yang dialamatkan terhadap Fuj (2024, June 20). https://www.liputan6.com/lifestyle/read/5623303/apa-makna-aura-magrib-yang-dikaitkan-dengan-fuji-dan-ditanggapi-marion-jola?page=4
Setiadi, A. (2016). PEMANFAATAN MEDIA SOSIAL UNTUK EFEKTIFITAS KOMUNIKASI. Cakrawala - Jurnal Humaniora, 16(2). doi:https://doi.org/10.31294/jc.v16i2.1283
American Psychological Association (APA). (2020). Impact of Hate Speech on Mental Health. Retrieved from https://www.apa.org/news/press/releases/stress/2020/impact-hate-speech
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H