Mohon tunggu...
SULTAN ALIFUDDIN ARRASYID
SULTAN ALIFUDDIN ARRASYID Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiwa Universitas Komputer Indonesia

life must go on

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesedihan Pria Paruh Baya Difabel yang Hidup Sebatang Kara

10 Januari 2024   11:03 Diperbarui: 10 Januari 2024   11:23 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : liputan6.com

(Gambar diatas merupakan ilustrasi dari tokoh yang di wawancarai, pihak tersebut tidak mengizinkan untuk mengdokumentasi atau mengekspos dirinya)

Seorang pria paruhbaya bernama Pak Saep, berusia 62 tahun, hidup dengan keberanian dan kekukuhannya di tengah kondisi kehidupan yang sulit. Pak Saep mengidap disabilitas sejak tahun 2002 pada saat umur 40 tahun dan telah kehilangan Istri beserta kedua anaknya dalam kecelakaan tragis beberapa tahun lalu.

"Pas tahun 2002 itu saya beserta istri dan kedua anak saya sedang menuju tempat rekreasi di malang karena pada saat itu sedang libur sekolah, saya tidak terlalu ingat pas kejadian apa yang terjadi, seingat saya, terjadi tabrakan beruntun lalu kaki saya terjepit cukup lama sepertinya, dan setelah itu saya tidak sadarkan diri sepertinya karena saya bangun itu sudah berada di rumah sakit, kalau diingat sedih banget mas, saya harus kehilangan kedua kaki saya, istri saya dan kedua anak saya yang masih pada kecil-kecil. Sekitar 3 tahun setelah kecelakaan mungkin mas saya tuh numpang hidup bersama orang tua saya dan di tahun ke-4 ibu saya meninggalkan saya, Ketika itu saya merasa dunia runtuh seketika, saya yang tidak bisa jalan harus merepotkan banyak orang untuk membantu pengurusan ibu saya. Di tahun 2008 mungkin ya sekitar tahun segitu saya mulai hidup sendiri, saya berteman dengan yang sesama disabilitas agar saya banyak belajar untuk hidup mandiri seperti mereka, dan berakhir menjadi pengemis seperti ini" ucap pak Saep.

Pak Saep menjalani kehidupan yang sulit dan penuh kesedihan sejak saat itu. Kondisi difabelnya membuatnya bergantung pada papan ber-roda untuk bergerak, sementara kematian istri, kedua anaknya beserta ibunya menyisakan luka yang sulit disembuhkan. Hidup sebatang kara tanpa keluarga yang mendukung membuat perjuangan Pak Saep semakin berat.

Kisah kesedihan Pak Saep bermula dari kehidupan yang penuh dengan rintangan fisik dan emosional. Kecacatannya menjadi alasan utama kesulitannya untuk diterima oleh masyarakat sekitarnya bahkan keluarganya. Kehilangan istri dan kedua anaknya dalam kecelakaan tragis mengguncang dasar kehidupannya, meninggalkan kekosongan dan kehilangan yang sulit untuk diatasi.

Pak Saep kini tinggal di sebuah rumah 1 petak di Kota Bandung. Tempat tinggalnya yang minim fasilitas untuk difabel membuatnya kesulitan untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Terisolasi dari masyarakat, Pak Saep mencoba mencari makna hidup di tengah ketidakadilan yang dia hadapi.

Pak Saep berjuang untuk bertahan hidup dengan keberanian dan semangat yang luar biasa. Keterbatasannya tidak hanya dalam hal fisik, tetapi juga dalam membangun hubungan sosial dan mendapatkan dukungan emosional. Meskipun dia sering merasakan kesendirian dan kesedihan, Pak Saep terus berusaha menjalani hidup dengan kemampuan terbaiknya.

Kisah kehidupan Pak Saep adalah pengingat bagi kita semua untuk lebih menghargai kehidupan dan memberikan dukungan kepada mereka yang hidup dengan keterbatasan dan tanpa keluarga. Keberanian dan keteguhan hati Pak Saep dalam menghadapi kesulitan dapat menjadi inspirasi bagi kita untuk membantu dan mengubah kehidupan mereka yang membutuhkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun