Mohon tunggu...
Sultan Aqlissalam
Sultan Aqlissalam Mohon Tunggu... Lainnya - Makhluk Tuhan yang Sakral

Eksistensi hanyalah konotasi paradoks dari mereka yang mengimani tuhan secara partisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tirani di Perguruan Tinggi dari Masalah Dualisme Jabatan sampai Persekusi Suara Mahasiswa

8 Juli 2021   14:30 Diperbarui: 8 Juli 2021   14:34 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.id/thequotehouse

"Jadi di statuta sudah tidak boleh. Artinya dia melanggar aturannya sendiri. Tidak boleh rangkap jabatan, itu mal-administrasi," kata dia lagi.

Lagi-lagi hal tersebut telah menjadi udang di balik batu bagi kalangan masyarakat. Bukan tanpa dasar, melainkan pemanggilan BEM UI di hari minggu sore yang jelas-jelas entah apa urgensinya.

Ohh, Banyak Sekali Macamnya Tirani Demokrasi di Kampus

Persekusi terhadap critical thinking dari suara-suara mahasiswa merupakan tindakan yang jelas-jelas menyalahi substansi dari kebebasan berekspresi. Dan hal tersebut merupakan salah satu penghinaan terhadap instansi pendidikan tinggi. Di mana harusnya pendidikan tinggi bukan hanya sekedar tempat menuntut ilmu saja, tapi dalamnya terdapat empati, kritis, perjuangan juga hal-hal yang memiliki standing position terhadap kebenaran.

Mungkin banyak narasi penindas yang berkembang seperti "sudah bereskan saja kuliahmu, jangan sok peduli terhadap keberlangsungan negara ini. Kewajiban kalian ini belajar dan terus belajar supaya cepat lulus."

Saya pikir fallacy tersebut kiranya perlu ditumpas habis. Karena apa? Toh belajar bukan hanya seputar akademik saja! Membela hak rakyat adalah belajar, berani bersuara atas ketidakadilan pun adalah belajar, bukankah Tri dharma perguruan tinggi adalah pendidikan, penelitian juga pengabdian? Lantas mengapa narasi-narasi penindas tersebut seolah menafikan hal tersebut? 

Kiranya sangat-sangat kerdil untuk meng-kotakkan mahasiswa untuk belajar supaya lulus saja. Maka dari itu counter terbaik dari narasi penindas adalah sadar bahwa kita adalah akal dan hatinya masyarakat. Yang belajar bukan untuk kepentingan diri pribadi atau bahkan hal yang busuk adalah melacurkan diri demi kuasa-kuasa dalam lingkaran setan.

Dan dualisme jabatan rektor? Selain menjadi kecurigaan besar bagi rakyat. Aroma-aroma busuk seakan tercium bahwa relasi kuasa tidak bisa terelakkan. 

Karena apa? Sejatinya tugas rektor adalah  meningkatkan kualitas lembaga yang dipimpinnya, dalam artian lain berarti bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan yang berkualitas juga berintegritas dalam mencapai Tri Dharma perguruan tinggi. 

Jelas hal tersebut adalah amanat berat yang diberikan oleh negara, maka dari itu hal tersebut harus dilakukan dengan upaya yang sungguh-sungguh.

Dualisme jabatan seakan merusak citra baik sebagai akademisi, apalagi ini tertuang sangat jelas dalam statuta universitas tersebut, Maka dari itu seyogianya rektor hanya berfokus pada instansi pendidikan yang dipimpinnya tersebut agar kualitas pendidikan bisa terselenggara dengan baik. Dan yang tak kalah penting adalah terbebas dari tendensi-tendensi yang cenderung merusak citra pendidikan.

Mungkin sekian yang bisa disampaikan dan terakhir, saya mengutip kalimat seorang reformis Kuba, tepatnya Che Guevara dia bilang begini;  "Jika Anda bergetar dengan geram pada setiap melihat ketidakadilan, maka Anda adalah kawan saya."; dan "Keberanian yang membuat kalian akan tahan dalam situasi apapun! Nyali sama harganya dengan nyawa. Jika itu hilang, niscaya tak ada gunanya kau hidup!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun