Ada Apa dengan Mahasiswa, dan Mengapa Harus Mereka?
Hiruk pikuk beberapa hari terakhir sangat penuh sekali dengan sematan king of lip service terhadap presiden. Dari mulai sosmed hingga media cetak elektronik sesak dijejali hal tersebut.
Di sini saya hanya mencoba mengingatkan tentang beberapa hal yang terjadi. Kiranya teman-teman mungkin lupa, banyaknya persoalan di negeri ini membawa carut-marut tak berkesudahan. Ditambah tata kelola demokrasi yang semakin hari semakin dipertanyakan.
Tentunya kali ini mahasiswa yang mendaulat diri sebagai agent of change jelas tidak tinggal diam dengan banyaknya persoalan yang terjadi. Gerakan-gerakan kolektif berlandaskan nurani terus bermunculan dari dulu hingga sekarang dengan harapan dapat membawa perubahan yang lebih baik ke depannya. Dan mungkin banyak narasi yang mempertanyakan kenapa harus perguruan tinggi? dan kenapa harus mahasiswa?
Sebetulnya banyak yang melandasi 2 faktor tersebut, pertama; kampus adalah tempat knowledge berbasis edukasi dan terdapat ruh perjuangan di dalamnya. Dan mahasiswa, yang menurut Bung Hatta, merupakan akal dan hatinya rakyat.
Tentunya sebagai katalisator dari rakyat ini sudah dan sangat jelas animo-animo terhadap perjuangan masyarakat indonesia sedikit banyaknya bersemayam dalam dirinya. Salah satu yang mendasari hal tersebut adalah bagaimana kontribusi mahasiswa dalam penggulingan rezim otoriter ala orde baru. Itu hanya satu dari banyaknya kontribusi mahasiswa dalam perkembangan pembangunan negara ini.
Namun hal yang sangat disayangkan adalah dari dulu sampai sekarang ternyata masalahnya sama. Yakni, selalu saja ada pemberangusan terhadap suara-suara mahasiswa.
Sebagai contoh, kita dapat lihat bagaimana diskusi “Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan” dibubarkan bahkan mendapat teror dan dituduh makar kemudian diskusi perihal Papua yang diselenggarakan UI ternyata mendapat ancaman juga. Itu adalah 2 contoh dari banyaknya kasus tentang bagaimana critical thinking mahasiswa terkesan dibungkam.
Tak hanya sampai di situ—jika tadi dapat kita lihat persekusi dilakukan oleh ektern kampus, maka yang sekarang teranyar malah sebaliknya. Dapat kita lihat, bagaimana rektorat UI mencekam kebebasan mahasiswa dengan pemanggilan setelah kritik yang dilontarkan kepada pak presiden oleh mereka. (di hari libur, lagi. Hihi)
Hal tersebut menjadi tendensi yang begitu buruk, karena ternyata setelah kasus pemanggilan tersebut viral barulah terungkap bahwa rektor UI rangkap jabatan sebagai wakil komisaris utama dan komisaris independen di sebuah bank milik BUMN. Menyikapi hal tersebut Anggota Ombudsman Republik Indonesia Yeka Hendra Fatika mengatakan lewat Kompas.com; rangkap jabatan yang dilakukan Rektor UI tersebut secara gamblang melanggar regulasi dari pemerintah.
"Ari Kuncoro masalahnya sederhana saja. Dipilih berdasarkan statuta UI dalam bentuk PP Nomor 68 Tahun 2013. Nah di dalam statuta Pasal 35 itu disebutkan bahwa rektor dan wakil rektor tidak boleh menjadi pejabat di BUMN atau BUMD," ucap Yeka, Rabu (30/6/2021).