Mohon tunggu...
Sultan Aqlissalam
Sultan Aqlissalam Mohon Tunggu... Lainnya - Makhluk Tuhan yang Sakral

Eksistensi hanyalah konotasi paradoks dari mereka yang mengimani tuhan secara partisan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Iklim Demokrasi Kita: Menyoal Kritik BEM UI

1 Juli 2021   10:32 Diperbarui: 1 Juli 2021   12:37 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemberangusan terhadap kebebasan mengemukakan pendapat adalah salah satu dari banyaknya tindakan inkonstitusi yang dilakukan pemerintahan hari ini. Sangat disayangkan, di tengah pemerintahan yang berdasar pada demokrasi ini, hal tersebut sepatutnya sudah terjamin dan bahkan dilindungi, sebagaimana tertuang secara spesifik dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD) Pasal 28E ayat (3) "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.**)"

Acapkali freedom of speech selalu diplesetkan menjadi hate speech, yang memang secara regulasi tidak diperbolehkan, contoh UU ITE.

Menyambung dengan tersebut, sebuah meme tentang kebijakan presiden yang terkadang bahkan tidak selalu sesuai fakta dilapangan, maka Badan Eksekutif Mahassiswa (BEM) Universitas Indonesia menyuarakan hal demikian dengan sebutan "THE KING OF LIP SERVICE", hal tersebut tentu akan terlihat sangat wajar, dengan meninjau fakta-fakta yang terjadi di lapangan. 

Lantas tak aneh mahasiswa dan masyarakat geram bahkan marah dengan pemerintahan hari ini, bukan?

Maka dari itu penegasan dari konstitusi adalah pikiran dan hati nurani merupakan human right, jadi mengekspresikan pikiran dan hati nurani tidak boleh dibatasi sepanjang tidak mencakup ranah personal attack. Karena hakikatnya presiden adalah primus inter pares yang berarti memegang resourse negara, baik itu financial resourse atau state apparatuses.

Jadi sudah sangat dan bahkan menjadi keharusan bahwa pemimpin kental dengan kritikan. Pun akan sangat aneh. jikalau seorang pemimpin memberangus atau bahkan melakukan shrinking civic space maka demokrasi yang katanya egaliter dan libertarian seketika akan berubah menjadi fasisme yang menakutkan.

Sudah sangat wajar kita sebagai warga negara melakukan kritik juga lebih aware terhadap kebijakan-kebijakan yang terjadi di negeri ini. Karena partisipasi kita dalam sebuah tata kelola demokrasi sangat dibutuhkan, agar pemerintahan tidak melakukan abuse of power.

Sekian dan Terima Kasih!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun