Sepulang kuliah beberapa waktu lalu, saya berpapasan dengan bapak-bapak paruh baya yang sedang menenteng tas pancingan dan hasilnya. Lantas kemudian saya sapa karena penasaran dengan hasil pancingan yang didapatnya hari ini.
"Balik mancing darimana pak?" tanya saya sambil mensejejerkan posisi berjalan agar berdampingan. "Habis mancing di Situ Gintung, ini mau pergi apa pulang kuliah?" jawab dan tanya-nya sekaligus.
"Mau pulang pak, kayaknya searah. Dapet berapa banyak hari ini" tanya saya lagi. "Dua ekor, mujaer semuanya" jawabnya. "Wah enak dong nih, malem dirumah bakal makan ikan mujaer goreng" ujar saya padanya sambil tertawa.
Menyahuti candaan saya, lantas beliau berujar sesuatu yang cukup panjang dan bikin saya sumringah terkagum-kagum. "Alhamdulillah, supaya anak istri dirumah bisa tetep kenyang dek, nah kebetulan saya lagi nganggur belum ada kerja, daripada saya diem dirumah terus nyusahin istri mendingan saya pergi mancing, bisa nyapa temen, ngilangin stress dan pulang-pulang bawa rizqi biarpun ndak banyak" pungkasnya.
"Lagian walau mancing begini kan perpahala dek, tetap dihitung sama Gusti Allah kaya jihad juga untuk keluarga, daripada dirumah nganggur lalu kepikiran buat ngelakuin hal yang enggak-enggak ya kan" tambahnya lagi bertutur kepada saya.
Sejenak ungkapan bapak ini membawa saya pada sebuah dawuh Gus Baha dalam pengajiannya. Saat itu beliau memberikan notice mengenai logika Ushul Fiqh yang kadang luput dari perhatian banyak orang sehingga ada kesalahan "penalaran" dalam melihat definisi dan makna "ibadah".
Sederhananya begini, menurut Gus Baha, yang disebut sebagai ibadah itu bukan hanya soal mahdoh maupun ghoiru mahdoh, bahkan tidak melakukan kedua-duanya pun dapat dikategorikan sebagai ibadah. Lho? bagaimana bisa ? sebab justru saat berdiam dan melakukan hal-hal yang mubah sehingga membuat kita meninggalkan perbuatan yang masuk dalam kategori maksiat, dan itu tentu bernilai sama dengan ibadah. Inilah yang menurut Gus Baha dinamakan logika Tarkul Ma'ashi.
Contoh mudah, saat misalnya kita begadang dan tidak bisa tidur, dalam kondisi seperti itu kita tidak melakukan ibadah baik itu Tahajjud, Witir, atau sekadar Wiridan melainkan merokok sambil nangkring di poskamling hingga menjelang subuh tiba. Sepanjang terjaga itu, tidak satupun perbuatan maksiat besar kita lakukan sehingga nangkring di poskamling itu dapat disebut sebagai Tarkul Ma'ashi alias meninggalkan dosa maksiat.
Beliau mengambil contoh tentang Qunut Subuh, dimana banyak kalangan berbeda pendapat disebabkan oleh awalnya praktik ini pernah dilakukan Nabi SAW lantas ditinggalkan karena tidak lagi dibutuhkan. Gus Baha berujar "Apakah sesuatu yang dilakukan hanya sekali oleh Nabi lantas tidak disebut sebagai Sunnah? lantas bagaimana dengan Qodho Shalat yang juga tidak dilakukan terus menerus oleh Nabi ?".
Sampai disini, beliau menyimpulkan bahwa Sunnah pada akhirnya harus didefinisikan dengan lebih sempurna tanpa menegasikan apapun, yaitu sesuatu yang dikerjakan ataupun ditinggalkan Nabi itu adalah Sunnah, sebab meskipun hanya sekali dilakukan ia akan tetap dianggap sebagai Sunnah ilaa yaumil qiyamah.
***
Beberapa waktu lalu, sebuah kabar menggemparkan dunia ketika sebuah Rudal Rusia dikabarkan "nyasar" lalu meledak di Polandia sehingga menyebabkan dua orang warga negara tersebut meninggal dunia. Hal ini membuat pimpinan negara G7 dan NATO yang sedang berada di Bali untuk gelaran G20 mengadakan rapat mendadak untuk membahas hal tersebut.
Beberapa pihak menyatakan peristiwa ini berpotensi memicu "Perang Dunia" sebab Rusia telah mengambil langkah berani untuk menyerang secara langsung negara afiliator NATO meski ber-alibi tidak melakukannya.
Pernyataan serupa saya dengar dari seorang teman yang sedang berdiskusi hangat mengenai topik ini, bahkan dalam opininya sudah jauh menilik perang dunia bila hal tersebut terjadi mulai dari siapa pemenang dan lain sebagiannya.
Dalam case pernyataan tersebut, ada hal-hal yang justru luput dari forecast yang dilakukan oleh beberapa pengamat, pakar, atau sekedar simpatisan yang justru berubah menjadi "Ahli Sihir" sebab dengan mudah memprediksi sesuatu secara pasti lalu menegasikan banyak hal lainnya. Termasuk dalam case Rudal nyasar ini.
Penting untuk diingat bahwa forecast bisa tidak presisi bila data yang dianalisis terlalu dini dan sifatnya "subhat" alias samar-samar. Apalagi terkadang yang dilakukan adalah memprediksi secara umum sesuatu tanpa memperhatikan detail variable-variable penting sebelum itu.
Lantas bagaimana membaca fenomena ini?
- Pertama, penting untuk diingat bahwa konflik yang terjadi akhir-akhir ini antara Barat dan Rusia, menurut saya masih seputar politik iklim.
- Kedua, saya tidak menegasikan bahwa Perang Dunia tidak akan terjadi. Namun, yang harus dibaca adalah reflektifitas tiap-tiap jaringanyang terlibat dalam case ini.
- Ketiga, misalnya beberapa content setelah kejadian tersebut menunjukkan bahwa semua pihak sedang menahan diri untuk tidak menaikkan ekskalasi ke taraf yang ekstrem. Cina minta semua pihak kalem, Biden menyatakan bisa jadi ini bukan dari Rusia, dan terakhir Polandia menyebut ini "unfortunate accident" not "international accident".
- Keempat, Rusia juga secara resmi menolak menyatakan rudal itu dari negaranya. Dan bila kita nalar akan sangat bodoh sekali Putin jika menyulut perang ditengah militernya yang sedang babak belur. Lalu apakah ini Rudal Ukraina ? ini lebih gila lagi, sebab tugas Zellensky adalah "melokalisir" perang ini.
- Kelima, lantas siapa ? sampai saat ini saya percaya bahwa ini adalah reflektifitas jaringan Rusia yang tidak puas dengan kerja-kerja Putin, mereka inilah yang terus mendorong content Nuklir beberapa waktu lalu sebab menilai Putin terlalu pengecut untuk berperang habis-habisan.
- Keenam, apakah ini akan "stuck" disini ? tentu tidak, dalam banyak tulisan, saya sudah sering memberikan notice tentang "reflektifitas. Nah dalam case ini, Rusia mengambil langkah untuk bekerjasama dengan NATO dalam memberangus jaringan yang ingin perang dunia ini. Meskipun langkah ini justru akan membuat Zellensky pusing tujuh keliling, tapi tentu dia juga akan reflektif.
- Ketujuh, Putin, Nato, Biden, Zellensky dan lainnya tentu mereka ini tidak segila itu untuk mengambil langkah yang dikotomis terhadap purpose masing-masing. Maka melalui variable ini, kecil kemungkinan perang dunia akan terjadi. But, ini bukan menegasikan, justru yang harus kita lihat berikutnya adalah "apa reflektifitas jaringan Rusia anti Putin" setelah ini.
***
Dua contoh diatas adalah realitas yang bisa dibaca menggunakan fitur-fitur Paradigma Jaringan Sosial sebagai "point of view", dimana paradigma ini memberikan kita petunjuk yang lebih adil dan presisi dalam membaca realitas yang terjadi disekitar kita.
Misalnya seperti dua contoh itu, bahwa tidak boleh sekalipun kita menegasikan setiap realitas dan diksi-diksi yang muncul serta membatasi nalar kita pada sesuatu yang sudah lebih dulu dikonstruksi sebagai hal yang "empiris" dan teruji.
Semua hal adalah benar, tergantung pada jaringan mana ia dibaca dan beredar. Maka, Paradigma Jarsos menilai forecast yang dilakukan justru pada variable tertentu dengan memperhatikan semua realitas yang muncul tanpa menegasikan apapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H