Mengapa orang belajar filsafat?
Banyak sekali jawaban terlintas di benak kita. Atau kita bisa jadi malah balik bertanya, "Kenapa musti belajar filsafat?".
Tidak ada yang mengharuskan sebenarnya, namun bagi orang yang gandrung mendiskusikan filsafat ada dua jawaban tipikal. Pertama, ingin memperoleh sebuah iluminasi, secercah pencerahan. Dan kedua, mempelajari kehidupan manusia-manusia genius masa lalu, terdengar sangat intelektuil.
Jawaban yang saya ajukan kedengarannya tak orisinil. Namun, adakah yang orisinil di dunia ini?Â
Banyak orang terjebak dalam rutinitas dan akhirnya kehilangan kebermaknaan dari hidup. Fenomena ini melahirkan keresahan dan mungkin melahirkan beragam penyakit mental.
Salah satu terapi penyembuhan atas problem keterasingan bisa kita lakukan dengan berfilsafat. Terdengar rumit, tapi sebenarnya ini adalah upaya manusia untuk mengatasi problem yang bisa jadi tidak dialami mahkluk lain selain manusia yang memiliki kesadaran dan keresahan.
Orang biasa bertanya, "Apa itu kebahagiaan?". Seorang politisi atau mungkin penegak hukum bergumam, "Apa arti keadilan?". Seorang beragama termenung, "Siapa itu Tuhan? Apa makna risalah kenabian?".
Banyak hal yang membuat manusia bertanya-tanya selama hidupnya dan sampai mati pun sepertinya belum tentu ketemu jawabannya.
Untuk mengatasi pertanyaan ini, maka belajar filsafat dianggap perlu. Orang-orang bisa belajar dari para pendahulu, para genius di jamannya untuk memperoleh pertanyaan abadi lintas masa itu.
Hal yang nampak remeh-temeh, namun mendasari bagaimana memberi makna pada hidup. Setiap jaman punya pertanyaan, dan manusia unggul di jaman tersebut punya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Tentu saja tidak memuaskan dan malah memantik pertanyaan bagi manusia jenius lain di jaman yang lain.
Itu pula akhirnya yang menjadi bahan olok-olok banyak orang kepada pengkaji filsafat yang dianggap pembahasannya tidak bergerak barang sejengkal dari jaman Plato di era klasik hingga masa Postmodern.