Foto di atas bukan gambaran Bruce Lee di masa tua, tapi seorang yang punya semangat luar biasa di usia senja yang pernah saya kenal. Kami, saya dan teman-teman kantor biasa memanggilnya "Engkoh" atau ada juga yang memanggil "Om". Usianya sudah "sepuh," 72 tahun, tapi masih menjalankan aktifitas layaknya seorang yang masih usia produktif. Penampilannya apa adanya, bercelana warna gelap dan berjaket dengan warna yang sudah usang, bersepatu dan tanpa tas kerja. Beliau tetap bekerja sebagaimana orang-orang muda. Hampir dipastikan setiap hari Selasa, Kamis atau Sabtu, Beliau hadir di kantor saya untuk menjalankan tugasnya. Berbekal kwitansi, giro dan cek yang ditempatkan dalam tas kresek hitam, amanah sebagai juru tagih dilaksanakannya dengan penuh tanggung jawab.
Sebagai karyawan tetap sebuah perusahaan penyedia barang elektronik yang cukup punya nama di Surabaya. Beliau memperkenalkan diri sebagai "Bagio". Bekerja selama 40 tahun dan belum menyatakan pensiun sekalipun usianya sudah uzur. Jalannya saja sudah tidak tegak lagi, indra pendengarannya jauh dari normal, dan kulit tubuh yang keriput tidak menghalangi niatnya untuk tetap "kerja...kerja dan kerja". Dari tempat satu ke tempat lainnya, Beliau mengendarai motor keluaran tahun jadul. Ada kebiasaan yang sudah kami kenali setiap kedatangannya, selalu minta air mineral atau air isi ulang dalam gelas besar, sebagai penghilang rasa dahaga.
Komunikasi yang biasa kami pakai banyak menggunakan bahasa isyarat. Harus dengan suara keras untuk bisa "nyambung" omongan, karena pendengarannya yang jauh dari normal. Engkoh Bagio terlihat sehat di usia yang sebagian dari orang tua kita sudah menyudahi masa kerja. Sekalipun hujan deras dan panas terik matahari, Beliau tetap hadir tanpa absen.
Pernah saya coba berkomunikasi, meski dengan suara yang terdengar membentak, karena keterbatasannya.
"Koh, kenapa kok masih bekerja? Nggak tinggal aja di rumah?
"Hemm, sudah biasa bekerja, kalau di rumah saja nggak enak, he..he"
Saya dan teman-teman kantor salut pada semangat Kakek satu ini. Belum tentu nanti di usia tua, kami masih bisa beraktifitas sepertinya. Mengendarai motor melewati panas dan hujan, dari satu wilayah satu ke wilayah lain di Surabaya yang terkenal dengan macet. Kehadirannya banyak memberi pelajaran pada kami, tentang bagaimana menjaga kesehatan, menjaga amanah dan menjalankan tanggung jawab secara total. 40 tahun tentunya bukan waktu yang pendek untuk mengabdi pada satu perusahaan. Dedikasi dan integritas Beliau menjadi bukti nyata.
Ada satu kata bijak yang saya ingat, "Kalau kita emas, tetap akan menjadi emas, dimanapun kita ditempatkan." Engkoh Bagio telah menunjukkan dan membuktikan kinerja sebagai emas, meski tidak memegang jabatan tinggi. Tetap bersahaja, penampilanpun apa adanya, tapi dalam dirinya menggambarkan kualitas diri yang tinggi. Kebanyakan orang-orang seusianya sudah pensiun, tinggal di rumah, menjaga cucu atau berjuang melawan sakit, sementara Kakek ini tetap bekerja.
Ada satu kebiasaan yang pernah Beliau ceritakan, hari Minggu pagi secara rutin, olahraga jogging dilakukannya bersama istri di sekitaran pasar Atom. Tempat tinggalnya di Jalan Waspada, yang merupakan rumah hadiah dari perusahaan tempatnya bekerja. Tidak perlu "ngoyo" dalam berolah raga, lakukan saja dengan rileks dan rutin. Itu salah satu pesannya.
Selain dari faktor kesehatan, pelajaran lain yang saya petik adalah semangat untuk tidak menggantungkan diri pada anak atau orang-orang terdekat. Usia di atas 70 tahun tapi masih punya "kebanggaan". Bukan dalam bentuk uang pensiun yang rutin diterima tapi yang bersangkutan sudah purna tugas beberapa tahun sebelumnya. Kegigihan yang bersangkutan (Engkoh Bagio) mengalahkan rasa iba dan welas dari Pimpinan Perusahaannya. Dari cerita karyawan di perusahaan Engkoh, sebenarnya Pimpinannya sudah tidak mengijinkan Engkoh untuk bekerja seperti karyawan umumnya. Tapi kekerasan hati Beliau mengalahkan instruksi itu.