*ditulis dari sudut pandang pribadi, sekedar opini. Mohon maaf jika ada pihak yang tidak berkenan dengan tulisan ini
Tanah airku Indonesia, tempatku tumbuh dan berkembang
Tanahnya subur, hijau lestari, air mengalir hingga ke laut
Padi tumbuh di sawah, sumber pangan untuk hidup
Air terserap di hutan yang rimbun, jadi sumber penghidupan
Marilah alam ini kita jaga, untuk warisan anak cucu
Lestarikan meski berpeluh biar alam tak rapuh,
Tak ada kabar, tak ada berita, tanpa suara. Bagaimana bisa, jika nasib saudara kita di jawa Tengah yang memperjuangkan tanah air kita sejak Tahun 2006 tak pernah terdengar. Bukankah Jawa Timur, Tanahku ada di tanah yang sama, Tanah Jawa. Tak terlihat bukan berarti tak ada, tapi tak tersorot oleh media.
Film [1] dan petisi [2] yang tersebar di media sosial tentang SEMEN vs SAMIN membuka mata dan telinga kita bahwa orang-orang SAMIN memperjuangkan tanah sebagai sumber lumbung pangan, tidak hanya bagi daerah, tapi bagi Indonesia. Tanah sebagai tempat untuk bertani tidak bisa diukur dengan uang, karena tanah adalah sumber tumbuhnya pangan sebagai bekal kehidupan.
Kasus ini menjadi cambuk bagi orang yang peduli bahwa kasus alih fungsi lahan masih marak terjadi di Indonesia. Perencanaan wilayah yang belum tertata menyebabkan lahan-lahan subur tergeser fungsinya hanya untuk urusan kapitalis, industrialisasi. Jika saja urusan tanah ini menjadi perhatian yang kuat maka management tanah akan terlaksana dengan baik. Aturan sudah ada, penerapannya lah yang lebih penting. Daerah subur adalah tempat bagi tanaman tanaman pangan untuk tumbuh, tak boleh tergantikan, sedangkan lahan lahan yang kurang subur bisa dimanfaatkan untuk pembangunan industri sebagai bentuk pembangunan di Indonesia. Pembangunan industri penting untuk kemajuan bangsa tapi selayaknya dilaksanakan menurut etika pembangunan berkelanjutan dan good governance dengan memperhatikan lingkungan.
Perjuangan Samin
Samin merupakan suku yang mayoritas tinggal di daerah Pati Jawa Tengah dan Bojonegoro Jawa Timur. Samin hidup di sepanjang pegunangan Karst Kendeng Jawa Tengah. Suku ini telah mengawali perjuangan sejak masa Kolonial dengan berbagai penolakan atas ketidakadilan seperti menolak membayar pajak dan perlawanan terhadap penjajahan lewat olah kanuragan. Suku Samin sering disebut dengan “Sedulur Sikep” dan lebih menyukai panggilan tersebut karena kata Samin memiliki arti negatif. Sedulur sikep ini memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan dengan menjaga kearifan lokal yang ada di daerahnya. Alam dianggap sebagi sumber penghidupan untuk bertani sehingga keseimbangan ekologis alam perlu dijaga agar bisa diwariskan ke anak cucu. Pembangunan Pabrik Semen di area Pegunungan Karst Kendeng dianggap oleh suku ini dapat mengganggu keseimbangan ekologis karena mengganggu area serapan air untuk pengairan alami ribuan hektar areal pertanian. Oleh karena itu Suku Samin menyuarakan perjuangannya menolak keberadaan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng [3]
Daftar perlawanan warga Samin terhadap proyek pembangunan Semen [4]
- 2006, PT Semen Gresik akan membangun pabrik di Kecamatan Sukolilo, Pati, Jawa Tengah. Warga Samin menolak karena dianggap mengancam pertanian dan mata air.
- 2009, warga Samin memenangi gugatan di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) hingga Mahkamah Agung. Pada tahun yang sama juga, PT Semen Gresik Indonesia mundur dari Pati dan pindah ke Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang.
- 2010-saat ini, Grup Indocement masuk Pati dengan rencana pabrik di Kecamatan Kayen dan Tambakromo, tetangga desa orang-orang Samin.
- PT Semen Indonesia berhasil masuk Rembang dan mendirikan pabrik mulai 17 Juni 2014.
- Kini sebagian warga Pati dan Rembang dibantu orang-orang Samin menghadapi Semen Indonesia dan Grup Indocement.
Sesuai UU no 32 tahun 2009 pembangunan dilaksanakan secara berkelanjutan dengan memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi untuk memadukan keutuhan lingkungan [5]. Pembangunan industri dilakukan berdasarkan praktik good governance. Sebelum usaha tersebut diijinkan perlu adanya AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan). Apabila pembangunan tersebut menyebabkan ancaman terhadap lingkungan maka perlu dibatalkan karena tidak sesuai dengan praktek hukum yang telah ditetapkan.
Belajar dari Fakta
Masyarakat Pro Pabrik Semen menjual lahannya untuk kawasan pembangunan pabrik seluas kurang lebih 2000 hektar. Masyarakat ini terdiri atas kaum petani yang mengharapkan kehidupan dan pekerjaan yang lebih baik dari sekedar petani dan para masyarakat yang ketakutan apabila tidak menjual tanahnya. Mereka mendapatkan janji akan diberikan pekerjaan yang layak oleh perusahaan [3]. Hal yang perlu diperhatikan adalah “Bahwa pertanian menjadi hal yang tidak seksi sehingga sebagian orang berfikir untuk beralih profesi” #TanyaKenapa?
Alih Fungsi Lahan
Alih fungsi lahan dapat terjadi karena faktor ekonomi, sosial, kondisi lingkungan dan peraturan pemerintah. Alih fungsi lahan ini biasanya terjadi dari petani yang menjual lahannya kepada pemborong kemudian pemborong menjual kepada investor untuk pembangunan perumahan atau industri. Selama periode 2007-2010 alih fungsi lahan di jawa mencapai 600000 hektar untuk pembangunan.
Luas areal tanah di Indonesia mencapai 8.9 juta ha dengan Jawa Timur dan jawa Tengah yang memiliki areal sawah terluas. Provinsi Jawa Tengah sendiri merupakan salah satu daerah yang menjadi lumbung pangan nasional [6]. Ironisnya 80 ribu ha lahan pertanian di Jawa hilang setiap tahunnya [7]. Sedangkan alih fungsi lahan pertanian di Jateng mencapai 300-400 ha per tahun [8]. Alih fungsi lahan pertanian berkelanjutan perlu memperhatikan aturan yang termaktubkan dalam PP No 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Berkelanjutan [9]. Analisis mengenai lahan yang akan dialihfungsikan perlu memperhatikan dampak lingkungan, ekomoni dan sosial. Daerah Jawa memang dikenal sebagai penghasil pangan padi karena tanahnya yang subur. Sedangakan daerah di luar Jawa belum banyak dimanfaatkan dalam areal pertanian padi. Pengalihfungsial lahan subur dengan tingkat produktifitas yang tinggi seperti di jawa dapat menyebabkan sulitnya tercapai swasembada pangan.
Swasembada Pangan, Sebuah Cita-cita atau Realita?
Pesimis bisa jadi. Jika masalah alih fungsi lahan tak diperhatikan maka cita-cita pemerintah yang menggaungkan swasembada pangan akan sulit tercapai. Pemerintah menargetkan swasembada padi, jagung dan kedelai pada tiga tahun ke depan [10]. Salah satunya ditempuh dengan perbaikan saluran irigasi agar areal pertanian mendapatkan pengairan yang sesuai. Pegunungan Karst Kendeng ini menyimpan mata air sebagai sumber irigasi alami ini dapat meminimalisir biaya pembangunan infrastruktur irigasi.
Swasembada adalah kondisi tercukupinya kebutuhan pangan dan produktivitas bahan pangan. Swasembada ini dicapai dengan memperhatikan tingkat kebutuhan masyarakat dan produktifitas lahan pertanian. Dari sini dapat dicari berapakah luas areal sawah yang dibutuhkan untuk mencapai pangan yang berswasembada. Cara lain dapat ditempuh dengan menaikkan produktifitas dari lahan yang sudah tersedia. Hitungan data produksi dan kecukupan pangan ini menjadi indikasi seberapa besar target swasembada bisa tercapai. Upaya ini tentu saja dibarengi dengan mempertahankan lahan lahan subur karena lahan inilah yang berpotensi memiliki produktifitas yang tinggi. Agar urusan swasembada kedelai padi dan jagung ini bisa tercapai maka management wilayak areal pertanian ini pelru diperhatikan. Pengairan pun sepatutnya perlu diperhatikan karena air inilah yang menjadi penentu kualitas tanaman yang dihasilkan. Ketersediaan air (disamping musim dan ketinggian) juga menjadi penentu jenis tanaman apa yang cocok untuk di tanam. Pegunungan Karst Kendeng merupakan sumber 400 mata air dan berstatus lindung geologi [11]
Epilog
Presiden pertama kita Ir. Soekarno pada masa itu telah menyampaikan bahwa “Pangan adalah urusan hidup mati suatu bangsa”. Memperhatikan pangan berarti memperhatikan nasib kehidupan bangsa ini. Sejengkal tanah adalah sumber pangan bisa tumbuh. “Kita bisa hidup tanpa semen, tapi kita tak bisa hidup tanpa pangan”. Marilah sebarkan pesan ini. “Bahwa alam ini adalah titipan, tanggung jawab kita yang harus dijaga dan dilestarikan untuk anak cucu. Jangan biarkan tanah ini tergusur. Jangan takluk pada ketidakadilan. Bersatu adalah cara kita untuk maju, mempertahankan tanah warisan. Alam ini adalah bagian dari kehidupan. Tanah air adalah masalah harga diri. Urusan Hidup dan Mati. ”
P.s : Anak Suku Dalam, Jambi Terancam kerawanan Pangan karena hutan tempatnya bergantung hidup tergusur oleh lahan perkebunan sawit.
Referensi
[1] https://www.youtube.com/watch?v=1fJuJ28WZ_Q
[3] Subarkah dan Wicaksono A. Perlawanan Masyarakat Samin (Sedulur Sikep) Atas Kebijakan Pembangunan Semen Gresik Di Sukolilo Pati (Studi Kebijakan Berbasis Lingkungan Dan Kearifan Lokal). Kudus : Fakultas Hukum Universitas Muria, Kudus.
[4] [Anonim]. 2015. Inspirasi Perlawanan dari Warga Samin Lawan Semen [terhubung berkala] http://www.rappler.com/world/regions/asia-pacific/indonesia/85771-review-samin-vs-semen
[5] Republik Indonesia. 2009. UU No 32 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta
[6] Dinaryanti N. 2014. Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Di Daerah Sepanjang Irigasi Bendung Colo Kabupaten Sukoharjo. Semarang : universitas Diponegoro.
[9] Republik Indonesia. 2011. PP No 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Berkelanjutan. Jakarta.
[10] http://nasional.kontan.co.id/news/beras-kedelai-jagung-swasembada-dalam-3-tahun
[11] http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/08/karst-kendeng-berstatus-lindung-geologi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H